Duduk Perkara PSU di KL yang Rugikan NasDem
JAKARTA (30 Juli): Partai NasDem mengajukan tiga saksi untuk perkara di Dapil II DKI Jakarta soal Pemungutan Suara Ulang (PSU) metode pos pada wilayah kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur (KL), Malaysia.
Dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2019 hari ini, Nasrullah, selaku saksi NasDem, menerangkan fakta-fakta yang terjadi saat rekapitulasi nasional di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Nasrullah, KPU berpendapat bahwa surat suara metode pos PSU di KL yang dicap pos pada 15 Mei masih bisa dihitung suaranya meski baru sampai pada tanggal 16 Mei. Hal itu diperkuat dengan adanya MoU (Memorandum of Understanding) antara KPU dan pihak pos KL.
"Ada kerja sama berupa MoU antara PPLN dan pos Malaysia. Di perjanjian itu disebutkan dalam sehari pos hanya bisa mengantarkan sekali. Bukti ini saya dapatkan dari Arief Budiman (Ketua KPU), lalu saya mengkopinya. Jadi, menurut KPU batas akhir itu tanggal 15 Mei yang dicap pos KL," ungkap mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI ini di sidang panel 1 Gedung MK, Jakarta, Senin (29/7).
Nasrullah melanjutkan adanya pengunduran waktu soal pengiriman surat suara metode pos di KL karena insiden surat suara tercoblos membuat saksi parpol yang berada di KL meminta PPLN KL untuk memberikan kelonggaran batas waktu penerimaan surat suara sampai 15 Mei. Namun, karena ada masalah teknis, pos KL baru bisa dikirimkan pada 16 Mei ke PPLN KL.
Hal tersebut berbeda dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengeluarkan rekomendasi untuk tidak menghitung surat suara metode pos yang datang pada 16 Mei sebanyak 62.278 suara. KPU, mau tidak mau mengikuti rekomendasi Bawaslu tersebut. Akibatnya, kata Nasrullah, caleg NasDem Davin Kirana dirugikan 35.306 suara.
"Menurut Arief Budiman, soal batas waktu penerimaan surat suara pasti dipersoalkan. KPU mengikuti rekomendasi Bawaslu karena tunduk pada wilayah prosedural. Tapi KPU mengadopsi cap pos masih bisa dihitung. Masalah ini tidak hanya menghilangkan suara partai saja, tapi ini demi penyelamatan hak konstitusional," jelas Nasrullah.
Saksi NasDem lainnya yang pada saat itu ada di PPLN KL, Adnan, menuturkan pihaknya baru mengetahui ada rekomendasi dari Panwaslu Malaysia untuk tidak menghitung surat suara pada 15 Mei pukul 9 malam melalui layanan WhatsApp group.
"Keluar surat imbauan oleh panwaslu KL Nomor 074 yang mengatakan tidak menerima surat suara pos yang baru sampai tanggal 16 Mei," kata Adnan.
Lalu, hakim MK, Enny Nurbaningsih, menanyakan, "ada berapa surat suara yang dihitung?"
"Yang dikirimkan pada 15 sebanyak 22 ribu, lalu yang diantar pada 16 Mei sebanyak 62 ribu tidak dihitung. Lalu terjadi protes oleh Demokrat , PKS, PDIP, dan Golkar. Lalu PPLN KL rapat bersama, hasilnya melanjutkan perhitungan 62 ribu suara itu hingga 17 Mei. Pada 18 Mei, dilakukan rapat pleno oleh PPLN KL yang ditandantangani 12 parpol, ada satu yang tidak tandatangan, yakni Demokrat," jelas Adnan.(MI/*)