Bangunan Ilegal di Pulau Reklamasi tidak Dibongkar

JAKARTA (13 April): Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan membongkar bangunan tidak berizin di pulau reklamasi. Pengembang yang melakukan pembangunan tanpa izin dikenakan sanksi denda.

"Kita segel tetapi kita enggak bongkar. Karena ada pasal yang mengatur denda," kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (13/4).

Ahok menjelaskan, kasus bangunan ilegal di pulau reklamasi berbeda dengan bangunan yang berdiri di atas zona terlarang seperti zona hijau. Jika bangunan berdiri di zona hijau, kata Ahok, harus dibongkar.

Di pulau reklamasi seperti Pulau D, selain rumah hunian sudah pula ada ruko yang dipasarkan. Ahok tidak menjelaskan pasti apa yang bakal dilakukan DKI terkait penjualan tersebut. Pasalnya, kata dia, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah pulau reklamasi belum ditentukan.

"Jual beli itu undang-undangnya kita mesti ada NJOP. Sekarang saya tanya, pulau sudah punya NJOP belum? Belum. Jadi bagaimana mereka mau jual?," kata Ahok.

Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta Iswan Ahmadi mengatakan, pihaknya telah mengirim surat peringatan (SP) kepada pengembang pada 8 Juni 2015.

"Kami sudah layangkan SP, segel, dan Surat Perintah Bongkar (SPB). SP 1 sudah sejak 8 Juni tahun lalu," kata Iswan, Rabu (6/4).

Menurut Iswan, pemerintah hanya memberikan izin reklamasi, bukan mendirikan bangunan. Ada delapan pulau yang mendapat izin reklamasi, yakni Pulau C, D, E, F, G, H, I dan Pulau K.

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengaku telah menyegel total pulau yang dikelola anak perusahaan PT Agung Sedayu Group itu.

Saefullah menjamin sudah tidak ada aktivitas pembangunan di sana. Penerbitan segel mati dilaksanakan pekan lalu.

Selama belum ada raperda, semua bangunan yang telah didirikan di pulau hasil reklamasi Pantai Utara Jakarta belum bisa mendapatkan izin terkait dari Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta. Dengan begitu, semua bangunan tersebut sama saja dengan bangunan ilegal.

DPRD DKI Jakarta pun sudah memutuskan untuk menghentikan pembahasan Rancangan Perda tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (ZWP3K) serta Rancangan Perda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Proyek reklamasi di Teluk Jakarta mencuat setelah KPK menangkap tangan anggota Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Kader Partai Gerindra itu diduga menerima suap dari perusahaan pengembang reklamasi untuk memuluskan raperda tentang reklamasi pulau.
Mohammad Sanusi kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK. Saat ditangkap, KPK menyita uang sebesar Rp1,1 miliar dari Mohammad Sanusi. Uang itu merupakan penerimaan kedua setelah kader Gerindra itu menerima  pertama sebesar Rp1 miliar.*

 

 

Add Comment