Abdullah Tuasikal Soroti Penyesuaian Kebijakan Pertanian
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (19 November): Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi NasDem, Abdullah Tuasikal menyoroti isu ketahanan pangan dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, pada Senin (18/11) di kompleks DPR RI Jakarta.
Abdullah berpendapat bahwa pemerintah perlu secara serius mengarahkan masyarakat dalam melakukan diversifikasi pangan. Hal itu penting dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan konsumsi atas beras.
“Menurut hemat kami, Kementan diharapkan mampu mengoptimalkan sumberdaya pangan lokal di Indonesia, seperti sagu yang merupakan makanan khas Maluku dan Papua, ubi-ubian khas dari Sulawesi Tenggara, dan jagung khas dari Gorontalo,” ungkapnya.
Kebijakan diversifikasi pangan diperlukan guna menjaga tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dapat menjaga kesehatan masyarakat dalam mendukung visi SDM unggul.
Selain itu, diversifikasi pangan sangat penting menopang keberlanjutan pertanian. Di mana, penyerapan produk pertanian non beras sebagai kebutuhan pokok dapat menjaga dan bahkan meningkatkan pendapatan petani.
“Jika komoditas substitusi beras seperti ubi-ubian, sagu, dan jagung dalam negeri diserap secara konsisten, maka dapat menekan pengeluaran devisa. Karena itu kita bisa berdaulat atas pangan,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan pada tahun 2020 dapat meningkatkan produksi beras hingga mencapai 59,15 juta ton. Kemudian, target produksi Jagung mencapai 30,35 juta ton, kedelai 1,12 juta ton, bawang merah 1,52 juta ton dan cabai 2,57 juta ton.
Selain itu, Kementan juga menargetkan bawang putih sebanyak 0,08 juta ton, daging sapi atau kerbau 0,45 juta ton, tebu 2,46 juta ton, kelapa 2,91 juta ton, kakao 0,65 juta ton, kopi 0,76 juta ton dan target karet sebanyak 3,59 juta ton.
Berkaitan dengan itu, Abdullah Tuasikal juga mengungkapkan pentingnya Kementan mencapai target dalam swasembada daging. Menurutnya, pakan merupakan komponen penting dalam usaha pengembangan peternakan, karena mempengaruhi 70 persen produksi ternak.
“Usaha sapi potong dihadapkan pada masalah ketersediaan pakan/hijauan. Jika pemerintah ingin meraih swasembada daging, maka pemerintah mesti hadir agar peternak bisa dengan mudah mendapatkan hijauan untuk ternaknya. Perlu diketahui untuk 2019 kita defisit 256.860 ton daging,” tegasnya.
Abdullah yang merupakan anggota DPR RI dari dapil Maluku juga menyuarakan permasalahan pertanian di daerahnya.
Mayoritas masyarakat Maluku yang berpenghasilan sebagai petani dan nelayan, membuat rempah-rempah menjadi sorotan utama dalam masalah pertanian di sana. Hal ini membedakan dari permasalahan pertanian yang berlangsung di pulau Jawa.
“Di Maluku masalah masyarakat pertanian meliputi komoditas cengkeh, pala, kopra, kakao dan lainnya. Hasil rempah-rempah makin berkurang dikarenakan kurangnya bibit dan hama. Ditambah lagi masalah utama yang dikeluhkan masyarakat adalah rendahnya harga pasar komoditas tersebut, bahkan di bawah standar,” pungkasnya.
Karena itu, Abdullah berharap Kementan dapat memberikan kebijakan yang sesuai untuk menstimulasi masalah khas yang terjadi di Maluku. []