Legislator NasDem Soroti Keberadaan Bank Daerah
JAKARTA (25 November): Dua legislator Fraksi Partai NasDem menyoroti keberadaan bank-bank daerah yang belum maksimal melayani masyarakat.
Sorotan itu diungkapkan Hasbi Anshory dan Satori ketika mereka bersama Komisi XI DPR-RI mengadakan rapat dengar pendapat dengan Himpunan Organisasi Perbankan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Unsur Himpunan Organisasi Perbankan yang hadir dalam rapat dengar pendapat adalah Himbara, Perbanas, Perbarindo, Asbanda, Asbisindo, dan Perbina.
Di Komisi XI, mereka mengevaluasi kinerja perbankan 2019 dan rencana kerja 2020. Dalam rapat dengar pendapat ini, pihak perbankan satu per satu dipersilakan untuk memberikan paparan dan rencana-rencananya.
Asbanda sebagai pihak yang mewakili bank daerah memaparkan kondisi terkini dan proyeksi program bank daerah. Intinya, bank daerah berpotensi memiliki peran sentral dalam permodalan usaha di daerah dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Hasbi Anshory, legislator NasDem dari dapil Jambi menyoroti Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Jambi yang jarang sekali memberikan pinjaman kredik lunak ke masyarakat, namun lebih banyak ke pegawai daerah.
Hal ini tentu saja menjadi kontra produktif dengan tujuan utama diadakannya BPD. “Kira-kira rancangan regulasi apa yang kiranya tepat untuk BPD, karena di Jambi BPD dikenal sebagai bank pegawai daerah, hanya memberikan kredit kepada pegawai untuk mempermudah penagihan kreditnya. Ketika saya tanyakan, alasannya terbelenggu oleh regulasi, sehingga tidak mau mengambil resiko untuk menggerakkan sektor riil,” jelasnya.
Hasbi juga menyoroti minat perbankan dalam memberikan kredit UMKM dibandingkan dengan kredit bisnis biasa.
“Bagaimana peran perbankan dalam pemnbangunan sektor UMKM, apakah sekadar melihat prospek bisnis atau dengan semangat menciptakan kewirausahaan,” kata Hasbi.
Satori menyoroti tentang pengurangan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang menyebabkan sulitnya mendapatkan subsidi perumahan hingga berdampak pada pengembang-pengembang kecil-kecilan di kampung di tingkatan kabupaten.
“Untuk Himbara yang menaungi bank pemerintah, khususnya Bank BTN, banyak sekali pengusaha kecil yang terdampak oleh pengurangan FLPP, apakah memang terbatas atau bisa ditambah lagi jatah FLPP-nya,” tukasnya.
Selain itu, Satori juga menyoroti tentang kesenjangan yang terjadi antara Bank Jabar dan Bank Banten yang terlihat dari jauhnya perbedaan kisaran modal inti Bank Jabar yang mencapai Rp 8,9 triliun dengan Bank Jabar yang hanya di angka Rp 221 miliar.
Bank Banten, disebut Satori, tidak mampu menggerakkan sektor riil di Provinsi Banten, sehingga diperlukan bantuan dari pemerintah daerah.*