Farhan Desak Kemlu Bebaskan 3 WNI Disandera Abu Sayyaf
JAKARTA (26 November): Kementerian Luar Negeri diminta melakukan segala upaya untuk membebaskan tiga nelayan Indonesia yang diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina.
Permintaan itu disampaikan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan di Jakarta, Selasa (26/11) terkait tiga nelayan Indonesia yang sejak September 2019 hingga saat ini belum dibebaskan para penyandera dari kelompok Abu Sayyaf. Mereka adalah Maharuydin Lunani, 48, beserta anaknya, Muhammad Farhan, 27 dan Samiun Maneu 27. Mereka diculik dari kapal saat sedang mencari ikan di perairan Tambisan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
“Saya menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Dalam catatan kami, peristiwa penculikan ini bukan yang pertama tapi kejadian yang terus berulang”, tegas Farhan.
Politisi NasDem itu memaparkan data terkait penculikan yang menimpa WNI. Selama lima tahun ini, total ada 43 kasus penculikan WNI di mana 36 di antaranya terjadi di wilayah perairan Filipina Selatan. Dari 36 kasus tersebut, satu WNI meninggal. Motifnya selalu ekonomi di mana uang tebusan digunakan untuk mendanai tujuan gerakan politik mereka.
Pada tahun 2019, katanya, sebetulnya tidak ada lagi WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. Sehingga kasus penyanderaan yang terjadi sekarang ini menjadi kasus pertama di tahun 2019, sekaligus meningkatkan akumulasi kasus sebelumnya.
Farhan memaparkan bahwa pelindungan terhadap WNI merupakan salah satu agenda kerja prioritas Kementerian Luar Negeri 2019-2024. Selain desakan terhadap Kemlu, Farhan juga minta pemerintah daerah asal WNI yang disandera tersebut tidak berpangku tangan.
“Pemda harus proaktif mengadvokasi keluarga dari tiga WNI yang diculik agar mereka bisa tenang dan tidak bingung mencari informasi atau bantuan,’’ katanya.
Dalam upaya pembebasan sandera itu, Farhan mendorong Kemlu Indonesia berkoordinasi dengan Malaysia dan Filipina baik kementerian luar negeri maupun angkatan perangnya.
“Kementerian Luar Negeri agar berkoordinasi dengan otoritas Malaysia dan Filipina. Dengan Malaysia karena penculikan terjadi di perairan Sabah, sementara dengan Filipina karena kelompok penculiknya berafiliasi dengan Abu Sayyaf di Filipina,” paparnya.
Beredar di jejaring media sosial sebuah video yang menampilkan tiga WNI tersebut tengah disandera dan memohon kepada pemerintah agar membebaskan mereka dengan tebusan 30 juta peso (sekitar Rp8 miliar).
Terkait permintaan uang tebusan itu, Farhan tidak mendukung pemerintah untuk memenuhinya. Sebaliknya menekankan kekuatan diplomasi atau bahkan militer jika perlu.
“Kalau kita patuhi permintaan tebusan itu, nanti akan tuman. Mereka akan terus mengulang aksi penculikan sebagai sumber dana cepat dan besar bagi tujuan kelompok mereka,” katanya.
Disamping itu anggota DPR RI Dapil Jabar 1 itu juga mengatakan bahwa pemenuhan tebusan hanya menunjukkan bahwa militer kita terkesan lemah. “Militer kita itu salah satu angkatan perang terkuat di Asia kok. Ngapain kita tunduk sama tuntutan mereka. Saya yakin TNI sanggup dengan cepat membombardir tempat persembunyian Abu Sayyaf dan membebaskan Sandera,” katanya lai.
Namun demikian, kata Farhan, opsi militer tidak dapat dilakukan secara serampangan. Indonesia sangat menghormati wilayah dan kedaulatan Filipina. Filipina bukan sebuah negara dalam kategori failed state dimana pemerintah berkuasa tidak mampu mengontrol wilayahnya sehingga pihak asing dapat masuk ke negara itu.
“Militer kita hanya bisa bertindak apabila diizinkan oleh pemerintah Filipina”, ungkapnya.
Farhan menegaskan bahwa NasDem akan memastikan dan memantau perkembangan situasi dan kondisi 3 WNI tersebut.
“Kita akan selalu pantau dan tanyakan kepada Kemlu sebagai mitra kerja Komisi I DPR RI,” pungkas Farhan.*