Komunikasi Politik Modal Kerja Kedewanan Anggota Partai NasDem

JAKARTA (17 Januari): Pembekalan materi komunikasi politik kepada tenaga ahli (TA) fraksi dan dapil untuk DPR RI dan DPRD Provinsi serta staf ahli administrasi (SAA) dari 59 anggota Fraksi NasDem DPR-RI menjadi modal yang sangat penting dalam menunjang kinerja kedewanan anggota Partai NasDem.

Materi itu disampaikan jurnalis senior Saur Hutabarat pada saat mengisi Orientasi Sistem Pendukung Fraksi NasDem di Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem, Jakarta, Jumat (17/1). Oleh karenanya penting kepada TA untuk memahami, ruang kerja setiap anggota dewan itu masuk pada ranah publik, jadi apa yang akan dilakukan harus malalui analisis  dan kajian untuk mengukur dampak yang akan muncul.

Dia melanjutkan bahwa komunikasi politik saat ini telah bergeser sifatnya, terutama penggunaan media sosial yang didasari dengan real time dan mengundang interaksi real respons yang begitu cepat, itu perlu diketahui terutama oleh setiap TA.

"Intinya, jangan sampai kecepatan tangan mengalahkan kecepatan berpikir, jangan sampai otak kita dipindahkan ke jari dan membuat nanti menyesal setelah tersebar lewat sosmed. Jadi TA ini harus belajar cepat di satu pihak, tetapi di lain pihak juga harus belajar memiliki kehati-hatian yang cepat, maka penting memiliki pengetahuan aktual atas sikap partai," pesan Saur seusai mengisi materi kepada para TA Fraksi Partai NasDem.

Ia mencotohkan bahwa apa saja yang dikemukakan oleh setiap anggota dewan, baik melalui media sosial, maupun media massa, harus selaras dengan turunan dari sikap partai.

"Contohnya kasus Jiwasraya, nah Partai NasDem itu kan berpandangan bahwa itu mesti dibayar loh hak nasabah itu, jadi harus dibayar. Kedua NasDem akan membentuk dan mendukung pembentukan panitia khusus (pansus), jadi ada keberpihakan di situ. Oleh karena itu para TA diberikan materi tentang media massa dan media sosial pada umumnya, tetapi difokuskan dalam menunjang kinerja kedewanan," terangnya.

Kemudian dia juga turut mengungkapkan tentang keberpihakan media merupakan suatu yang harus dipandang normal, karena media yang satu memiliki sudut pandang berbeda dengan media yang lain. Dari melihat suatu fakta misalkan tentang Jiwasraya yang dapat melahirkan pandangan berbeda dan liputan berbeda dari masing-masing media, karena kebebasan pers itulah yang mengundang kebebasan tafsir, angle sampai perspektif dari media.

"Kebebasan juga hadir untuk pemirsa audiensi publik dan pembaca yang memiliki kebebasan memilih yang mana. Saya kira, saya percaya pada kedewasaan di masyarakat, oleh karena itu kepada para TA kita memberitahu bahwa kamu mengatakan apa  kepada siapa melalui apa, dan dengan efek apa? Itu adalah dalil yang paling klasik dari Harold Laswell, paling sederhana dan masih relevan sampai sekarang," ujarnya.(BA/*)

Add Comment