NasDem Minta Penundaan Perubahan Panti Jadi Balai Wyata Guna

BANDUNG (20 Januari): Fraksi Partai NasDem DPR RI meminta penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No 18 tahun 2018, terkait perubahan panti menjadi Balai Wyata Guna. 

Penundaan tersebut dinilai tepat sampai ada kesiapan pemerintah daerah dalam penerapan peraturan tersebut.

 Muhammad Farhan, anggota DPR RI dari Dapil Jabar I, Lisda Hendrajoni, anggota DPR RI Komisi VIII, anggota DPRD dari Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung berusaha menangkap aspirasi warga tuna netra yang berdampak di Wiyata Guna Kota Bandung dan NasDem akan memperjuangkannya.  

Farhan menuturkan, meski tidak berada di lokasi bersama mereka, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dan Ketua Fraksi Ahmad M Ali tetap memperhatikan persoalan yang terjadi Wyata Guna Bandung.

"Kami tetap berkoordinasi dengan Kakak Reri (Lestari Moerdijat) yang concern terhadap kaum difabel dan Kakak Ahmad Ali sebagai ketua fraksi yang sedang safari konsolidasi struktur di Kalimantan Barat mengenai persoalan ini. Jadi semuanya tetap termonitor dengan baik," ungkap Farhan kepada partainasdem.id, Senin (20/1).

Persoalan ini muncul setelah minggu lalu ramai dibicarakan atas tergusurnya kaum difabel yang selama ini menetap di Wyata Guna Bandung karena adanya perubahan Permensos No 18 tahun 2018.

"Dalam hal ini ada dua poin, yakni penundaan Permensos No 18 tahun 2018, atau pencabutan permensos itu yang akan kita tinjau dan pasti membutuhkan proses panjang," ungkap anggota Fraksi NasDem, Lisda Hendrajoni usai menerima aspirasi persoalan Wyata Guna di Warung Suluh, Jalan Doktor Cipto, Kota Bandung, Minggu (19/1).

Lisda berpendapat penerapan peraturan kali ini harus juga dibarengi dengan rasa kemanusiaan, terlebih bagi para mahasiswa disabilitas. Sehingga tidak bisa disamakan dengan masyarakat normal lainnya. 

"Jangan samakan teman-teman ini, dengan kita yang bisa jalan dan dipindahkan kapan pun. Mereka butuh proses serta penyesuaian, jangan ada pemaksaan-pemaksaan seperti kemarin," tegasnya.

Disinggung terkait puluhan mahasiswa tunanetra yang sempat bertahan di trotoar depan Balai Wyata Guna, Lisda mengatakan, berdasarkan kesepakatan dan kesepahaman, maka mereka dapat menepati kembali sampai akhir perkuliahan setiap mahasiswa. Hal tersebut, sesuai perjanjian ketika mereka memasuki dan menempati panti.

"Mereka punya hak tinggal di panti tersebut. Ada yang baru semester satu dan ada yang semester akhir. Walau ada permensos yang mengganti panti menjadi balai, tapi mereka tidak bisa diabaikan begitu saja," tuturnya. 

Lebih jauh, Lisda yang juga menjadi anggota Komisi VIII DPR RI ini, menyatakan pihaknya memastikan bahwa para mahasiswa tunanetra yang kembali masuk ke Wyata Guna, mendapatkan kembali pelayanan seperti sebelumnya. Termasuk bagi anak-anak lain yang berada di luar kesepahaman, seperti anak yang masih berada di jenjang SD hingga SMA. 

Politisi NasDem tersebut juga menyoroti masa pemanfaatan balai yang hanya enam bulan, bagi setiap penerima manfaat. Mengingat masa tersebut, dianggap masih kurang jika ingin penyandang disabilitas hidup mandiri. 

"Kita akan pelajari lebih jauh, apakah enam bulan cukup  untuk membuat saudara-saudara kita mandiri. Jadi membuat program itu harus sampai tuntas, dengan adanya Permensos No 18, timbul masalah ini," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra SLBN A Bandung, Ahmad Basri Nur Sikumbang meminta pencabutan Permensos No 18 tahun 2018. Terlebih para penyandang tunanetra juga membutuhkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Pihaknya menganggap dengan masa enam bulan tidak dapat memberikan pendidikan, pembinaan maupun pelatihan yang maksimal. Bahkan dikhawatirkan malah menurunkan kualitas pendidikan dan pembinaan bagi para penyandang disabilitas. 

"Ini artinya ada degradasi kualitas, di mana arti mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tambahnya.(*)

Add Comment