Polri Diminta Buka Soal Penyiksaan dalam Penyidikan
JAKARTA (30 Januari): Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari mendesak Polri untuk terbuka terkait dugaan penyiksaan yang dilakukan kepolisian dalam proses penyidikan. Pasalnya, kasus dugaan penyiksaan sudah terjadi tidak hanya sekali.
"Saya mohon apapun temuannya dibuka secara luas,’’ kata Taufik Basari pada Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Idham Aziz di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Legislator NasDem itu mengatakan kasus dugaan penyiksaan tidak hanya terjadi pada Dede Lutfi Alfiandi. Sebelumnya terdapat kasus Halimi Fajri (19), seorang mahasiswa salah satu kampus swasta di Yogyakarta menjadi korban salah tangkap Polresta Yogyakarta, yang disebut juga mengalami penyiksaan.
Selain itu, ada Sugianto (22) yang merupakan warga Bantaeng, Sulawesi Selatan yang diduga disiksa hingga meninggal dunia. Dalam kasus tersebut, diduga melibatkan lima oknum polisi Polres Bantaeng.
"Jika ada (oknum kepolisian) melakukan penyiksaan, harus tegas, karena kita sudah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan tersebut," tegas Taufik.
Politisi muda NasDem itu menegaskan, kekerasan seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, Polri sudah meratifikasi Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. UU itu menyatakan bahwa kewajiban bagi negara untuk menjamin tidak ada praktik penyiksaan.
Ia berharap Kapolri Jenderal Idham Azis memberikan perhatian serius terhadap kasus-kasus dugaan penyiksaan tersebut. Jika ditemukan oknum kepolisian yang melakukan hal tersebut, Taufik berharap mereka dapat ditindak keras sesuai mekanisme hukum yang ada.
"Di zaman Pak Idham mohon diberi penegasan tidak boleh satupun anggota polisi melakukan penyiksaan dalam proses pemeriksaan," ujar legislator dari Dapil Lampung-1 itu.
Sebelumnya, Dede Lutfi Alfiandi mengaku disiksa hingga disetrum oleh penyidik saat memberikan keterangan di Polres Jakarta Barat. Penyiksaan itu, kata Lutfi, ditujukan agar dirinya mengaku telah melempari aparat dengan batu saat berdemonstrasi di depan kompleks DPR.
Pernyataan itu ia lontarkan saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim dalam persidangan yang digelar pada Senin (20/1) lalu. Lutfi didakwa melawan aparat yang menjalankan tugas atau melanggar Pasal 212 jo 214 KUHP.(EH/*)