NasDem Dorong Pemerintah Antisipasi Eskalasi Covid-19
JAKARTA (18 Maret): Berdasarkan laporan resmi pemerintah per 17 Maret, Indonesia sudah terdapat 172 kasus positif Covid-19 dari 1.255 pemeriksaan yang telah dilakukan atau 13,7% orang yang diperiksa merupakan pasien positif Covid-19 . Seperti halnya di negara lain, seperti Korea Selatan misalnya, semakin masif pemerintah melakukan pemeriksaan akan semakin banyak juga ditemukan pasien positif.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad M Ali, di Korea Selatan, masifnya jumlah pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan contact tracing menjadi bahan bagi pemerintah untuk melakukan langkah lanjutan yang diperlukan untuk melindungi warganya.
"Hal demikian juga harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengantisipasi eskalasi persebaran Covid-19 di Indonesia. Apalagi pemerintah memutuskan akan memperluas jangkauan pemeriksaan," ujarnya di Jakarta, Rabu (18/3).
Dia mengatakan, makin banyak pemeriksaan yang dilakukan pemerintah justru baik untuk merencanakan langkah lanjutannya.
Namun, Ahmad Ali juga mengingatkan, agar pemerintah melakukan persiapan antisipatif secara pararel dengan merelokasi anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak. Diketahui, saat ini pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/KM.7/2020 sudah siap menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19 ) ke daerah.
“Pemerintah sebaiknya menyisir kembali APBN yang dapat dialokasikan untuk penanganan Covid-19. Anggaran dari pos-pos belanja yang belum mendesak sebaiknya juga dimasukkan dalam pertimbangan persiapan dana antisipatif,” katanya.
Ahmad M Ali yang juga Ketua Fraksi NasDem DPR menjelaskan, sejumlah anggaran belanja barang kementerian dan lembaga yang rencananya dialihkan untuk menjadi belanja modal dan Infrastruktur dapat menjadi pilihan dana antisipatif. Selain itu anggaran proyek infrastruktur yang merupakan tambahan proyek strategis 2020-2024 juga dapat menjadi sumber pendanaan.
“Saat pembahasan anggaran tahun lalu pemerintah sudah memetakan ada 22% alokasi anggaran belanja barang yang bisa dialokasi ke belanja modal. Nah itu juga bisa dipakai. Selain itu, dana penyertaan modal negara di BUMN juga bisa ditunda kecuali yang berkenaan dengan penyelesaian utang yang tidak bisa ditunda. Rencana Alokasi Belanja Kementerian yang besar seperti di Kementerian Pertahanan, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan lainnya juga perlu ditinjau ulang untuk direlokasi. BUMN juga harus dimintai dana CSRnya untuk mengantisipasi eskalasi Covid-19. Semua disisir kembali untuk bisa dikerahkan,” ucapnya.
Menurut Ahmad Ali, dana yang memadai guna membangun basis logistik yang kuat dalam menghadapi potensi eskalasi Covid-19 mutlak diperlukan pemerintah. Sampai saat ini Indonesia memang belum memasuki fase peak persebaran kasus Covid-19. Namun demikian persiapan menghadapinya perlu dilakukan sedini mungkin.
“Belajar dari data negara lain, makin awal kita menyiapkan segala kebutuhan sebelum mencapai waktu peak maka akan menjamin keselamatan warga. Jangan lupa juga perusahaan-perusahaan swasta beroperasi di Indonesia juga harus diajak untuk terlibat dalam persiapan ini,” katanya.
Selain untuk antisipasi kebutuhan logistik dan belanja kesehatan, Ali menekankan, alokasi anggaran antisipatif juga diperlukan untuk menegakkan ketertiban di masyarakat nantinya. Dalam kondisi eskalatif, pemerintah harus terdukung untuk melaksanakan fungsinya secara efektif. Karena itu perlu juga memperkuat kinerja aparatur ketertiban dan keamanan negara dalam situasi eskalatif.
“Alokasi dana juga perlu diarahkan dalam kerangka menjaga ketertiban dan keamanan warga. Pelibatan aparat keamanan dan ketertiban harus terdukung dengan alokasi anggaran yang memadai sehingga bisa segera dimobilisasi dan bekerja sesuai situasi yang berkembang,” pungkasnya.(*)