Jubir Presiden Dinilai Kaburkan Informasi
JAKARTA (31 Maret): Pernyataan Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, yang mengatakan hanya kelompok masyarakat yang positif Covid-19 yang memperoleh stimulus perekonomian dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 11 Tahun 2020 dinilai mengaburkan informasi.
Penilaian tersebut dikemukakan anggota Fraksi NasDem DPR RI, Willy Aditya. Menurut Willy, dalam arahan kebijakan yang disampaikan Presiden Joko Widodo sama sekali tidak disebutkan pembedaan antara orang positif Covid-19 atau bukan. Justru Presiden dengan tegas mengatakan bahwa arahan kebijakan stimulus ekonomi tersebut karena telah mendengar keluhan dari tukang ojek, supir taksi, dan orang-orang yang memiliki kredit
“Ini Jubir Presiden bukan membantu kejelasan pesan dari Presiden malah membangun kesimpulan sendiri dan mengaburkan informasi. Bahkan Peraturan OJK sendiri menyebutkan stimulus ekonomi ditujukan kepada debitur yang terkena dampak. Tidak ada yang dibedakan antara orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) atau masyarakat lainnya. Keliru besar itu,” ujar Willy seperti dikutip dari mediaindonesia.com, Senin (30/3).
Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR itu menegaskan, kebijakan stimulus yang dikeluarkan Presiden sudah tepat untuk mempertahankan dan menyelamatkan ekonomi Indonesia. Karena kebijakan itu dengan jelas menyasar semua kelompok ekonomi yang terkena dampak wabah Covid-19. Menurut dia, konsumsi dan produksi masyarakat harus dipertahankan dengan adanya stimulus ekonomi demikian.
“Kebijakan Presiden sudah diterjemahkan dengan benar oleh OJK. Peraturan OJK memang memberi kewenangan kepada bank untuk menetapkan syarat berdasarkan analisis kualitas kredit, kualitas aset, ketepatan pembayaran, tapi tidak ada yang berdasarkan status ODP atau PDP. Itupun kalau bank membuat syarat tetap harus dilaporkan kepada OJK,” katanya.
Legislator NasDem itu menyangsikan apa yang disampaikan Jubir Presiden, Fadjroel Rachman dengan membedakan penerima stimulus berdasarkan OPD, PDP dengan masyarakat umum. Menurutnya, jubir justru menambahkan ketentuan baru atas kebijakan Presiden dan peraturan OJK yang telah resmi.
“Frase ODP dan PDP tidak ada di dalam peraturan OJK dan kebijakan umum dari Presieden. Ini berarti Jubir menginterpretasi mandiri dan mengeluarkan kebijakan sendiri. Jubir offside kalau begitu. Ini bisa mengacaukan penerimaan oleh bank yang dengan sukarela atas kesadarannya untuk membantu pemerintah dalam penanganan Covid 19,” katanya.
Anggota Komisi I DPR itu menyoroti pernyataan-pernyataan jubir resmi lembaga negara dan Presiden yang menurutnya harus lebih hati-hati dan benar-benar crystal clear.
“Jubir resmi harusnya menyampaikan pesan dengan jernih. Pertimbangkan semua aspek pesan yang akan disampaikan. Jangan cepat-cepat bicara lalu blunder. Seperti pernyataan Fadjroel ini bukan kewenangan Jubir menetapkan kategori penerima stimulus ekonomi,” tegasnya.
Willy berharap, permasalahan kriteria penerima stimulus kredit itu selesai dengan kembali pada definisi yang tegas ada di peraturan OJK. Perbankan dan lembaga keuangan nonbank bisa segera menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada agar masyarakat juga bisa segera menikmati dampak kebijakan dari pemerintah ini.
“Polemik PDP, ODP penerima stimulus ini saya harap berhenti di sini. Kembali saja pada peraturan OJK agar bank dan lembaga nonbank bisa segera melaporkan penerapannya dan masyarakat bisa segera menikmati dampaknya,” tutupnya.(MI/*)