Pusat Perlu Tingkatkan Nilai Tambah Daerah dalam Industri LNG

JAKARTA (21 Agustus): Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi NasDem Ahmad M Ali meminta pemerintah pusat membuat instrumen fiskal yang bertujuan meningkatkan added value (nilai tambah) Daerah penghasil dalam industri LNG untuk menambah dan meningkatkan belanja pembangunan. Agar tujuan pemerataan pembangunan dapat dirasakan oleh setiap daerah penghasil yang pada akhirnya memiliki relevansi dengan tingkat kesejahteraan rakyat.

“Pemerintah pusat perlu membangun instrumen yang berkeadilan pada daerah penghasil dalam komposisi industri LNG. Banyak daerah merasa tidak mendapatkan hasil yang setimpal karena dari sisi tenaga kerja dan multi player effect lainnya bergerak dalam aspek PDRB, dan tidak memiliki korelasi langsung dengan peningkatan dan pemerataan kualitas pembangunan daerah. Sebab tidak terdaftar sebagai pendapatan resmi dalam belanja daerah,” ujar Ahmad M Ali di Senayan Jakarta, (21/08).

Lebih jauh Ahmad M Ali menjelaskan, salah satu contoh nyata adalah praktik pemisahan hulu dan hilir dalam proyek Donggi Senoro. Proyek yang padat tekhnologi tersebut dibiayai atas investasi loand (hutang) dari sejumlah lembaga multilateral, seperti Japan Bank Internasional Corporation (JBIC). Seluruh hasilnya, mayoritas dikirim untuk konsumsi Jepang dan Korea Selatan, tempat perusahaan buyer (pembeli) berasal.

“Donggi Senoro LNG salah satu contoh yang perlu mendapat perhatian investasi triliunan tersebut hanya ditonton saja oleh pemerintah daerah karena tidak ada hak dan instrumen yang mengatur kewenangan daerah menarik revenue,” ujarnya.

Walaupun pada sisi Hulu, tambah Ahmad Ali, terdapat hak Partisipating Interest 10 persen yang terbit melalui Permen tahun 2016. Namun itu pun sampai saat ini belum ada kepastian pemberian hak tersebut pada pemerintah daerah. Ditambahkan Ahmad Ali, pemerintah pusat belum memfasilitasi penawaran pada Pemerintah Sulawesi Tengah.

“Sulawesi Tengah menjadi satu-satunya provinsi daerah penghasil migas yang APBD-nya rendah, hanya kurang lebih 2 triliun per tahun, tempat tiga blok migas yakni, Matindok, Senoro, Toili plus dengan hilirisasi Liquid Natural Gas berada,” terang Ahmad.

Politisi NasDem ini juga menyesalkan karena sejumlah instrumen migas yang dapat memberikan manfaat daerah juga jatuh ke tangan swasta. Katakanlah pengelolaan amoniak untuk pabrik pupuk juga jauh dari akses Badan Usaha Daerah.

“Ini aspirasi masyarakat dari daerah penghasil. Agar pemerintah pusat membuat suatu instrumen yang dapat memberikan akses menarik penerimaan daerah dalam industri hilir LNG. Agar sumbangsih kehadiran investasi dapat benar-benar menghasilkan pemerataan pembangunan dan peningkatan pembangunan daerah,” tegasnya.(*)

Add Comment