Pemerintah Harus Tunjuk Badan Usaha Negara
JAKARTA (22 Agustus): Anggota Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali menyambut baik komitmen pemerintah untuk melakukan divestasi 51 persen saham Freeport Indonesia. Namun demikian, politisi NasDem itu meminta pemerintah segera mengkongkritkan proposal kerja divestasi saham 51 persen Freeport dengan menunjuk nama Badan Usaha Negara, pola pembayaran, partisipasi dan instrumen hukum yang diperlukan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kepastian bahwa divestasi investasi asing di Indonesia benar-benar untuk tujuan Nasionalisme Ekonomi dan kemakmuran rakyat.
“Divestasi saham Freeport 51 persen jangan hanya sekedar wacana untuk menarik saham. Tetapi pemerintah perlu menunjuk Badan Usaha Negara yang kongkrit beserta instrumen hukum yang diperlukan untuk memastikan, divestasi saham untuk nasionalisme ekonomi dan kesejahteraan rakyat tidak hanya sekedar berganti nama,” ujar Ahmad M Ali, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/08).
Lebih jauh Legislator asal Sulawesi Tengah (Sulteng) ini juga mengatakan, proses negosiasi dan divestasi saham Freeport 51 persen harus memiliki instrumen hukum yang bersifat Lex Specialist selain yang diwajibakan dalam UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral Batubara dengan menunjuk Badan Usaha Negara tertentu untuk menjamin kepemilikan saham tersebut jatuh ke tangan negara.
“Bisnis Freeport punya reputasi tinggi, otomatis dilirik banyak orang. Sehingga proses divestasinya harus dibuat transparan, kongkrit, legal dan memiliki azas kepastian. Semua tindakan negara dalam divestasi saham harus benar-benar menjamin nasionalisme ekonomi dan bukan sebagai ladang bancakan saham, sebagaimana kasus Newmont,”terangnya.
Ketua DPW NasDem Sulteng ini juga mengatakan, pemerintah harus belajar dari kegagalan proses divestasi saham Newmont yang pada akhirnya jatuh ke tangan swasta dan kembali listing di bursa saham. Ahmad Ali menambahkan, harus diterangkan kategori partisipan divestasi yang dimaksud pemerintah itu seperti apa.
“Pemerintah harus memberikan kategori yang pasti atas partisipan divestasi, apakah BUMN, Swasta, Individu atau seperti apa. Sebab harus dibedakan dengan tegas, yang disebut dalam konstitusi UUD pasal 33, bukan lah pemberian saham pada swasta nasional, tetapi pada perusahaan negara. Judulnya saja dikuasai oleh negara, bukan oleh perusahaan swasta Indonesia. Apalagi individu tertentu,” terangnya.
Wacana divestasi saham Freport kembali menguat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bersikukuh meminta PT Freeport Indonesia melaksanakan kewajiban divestasi saham 51 persen. Luhut menyebutkan, divestasi saham adalah syarat yang harus dipenuhi jika Freeport ingin memperpanjang kontrak karya di Indonesia.
Kontrak Karya Freeport akan berakhir pada 2021 mendatang, sesuai aturan Undang-undang Mineral Batubara yang menyebutkan pembaruan kontrak setiap 10 tahun sekali. Artinya, jika divestasi saham tidak dipenuhi oleh Freeport maka secara otomatis tambang yang dikelola menjadi milik Indonesia.(*)