Likuiditas Perbankan Urusan KSSK, bukan Himbara
JAKARTA (11 Mei): Masalah lembaga yang berhak mengurusi penyangga likuiditas perbankan yang terdampak pandemi Covid-19 terus menuai sorotan. Salah satunya anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro yang tidak setuju Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengurusi masalah likuiditas perbankan.
Pasalnya, kata anggota Fraksi NasDem DPR RI itu, Himbara bukan regulator tapi objek kebijakan. Mereka tidak boleh masuk sebagai regulator. Ini bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Penunjukan tersebut juga bertentangan dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam UU PPKSK pasal 5 dan 6 mengatur peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Komite tersebut beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dalam Bab III Pencegahan Krisis Keuangan terutama pasal 16, 17, 18, 19 dan pada bagian ketiga penanganan permasalahan likuiditas bank sistemik seperti diatur dalam UU PPKSK sudah sangat jelas, lembaga yang berwenang dan diberi tugas mengurusi masalah likuiditas perbankan yaitu BI, OJK dan LPS. Tidak ada satu pasal pun yang menyebut peran Himbara, karena memang Himbara tidak termasuk regulator, tapi objek kebijakan.
Menurut Ketua Kapoksi NasDem Komisi XI DPR-RI ini, sebaiknya KSSK tetap berpedoman pada UU PPKSK, dimana urusan likuiditas perbankan lebih tepat ditangani KSSK melalui OJK, BI dan LPS yang memiliki ranah mengurusi masalah perbankan.
Kalau berpedoman pada UU yang ada, lanjutnya, tidak ada dasar mengalihkan tugas dan tanggung jawab urusan stabilitas ekonomi nasional kepada perbankan (Himbaran). Itu adalah tugas KSSK sebagai regulator yang harus menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
“Tapi kalau mereka tidak mau melaksanakan tugasnya, lebih baik KSSK segera dievaluasi. Boleh jadi setelah dievaluasi ada lembaga anggota KSSK seperti OJK dibubarkan dan fungsinya dikembalikan ke BI. Atau dibuat lembaga baru yang khusus mengurusi likuiditas perbankan yang terdampak Covid-19. Dengan demikian UU PPKSK juga mesti direvisi,” ujarnya.
Diungkapkan, sesuai hasil rapat Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua DK OJK, dan Ketua DK LPS sebagai anggota KSSK, pada tanggal 6 Mei 2020, salah satu poin yang disepakati adalah seluruh lembaga yang tergabung dalam KSSK diharuskan membuat perencanaan kebijakan, regulasi dan program penyelamatan perekonomian nasional, beserta sumber pembiayaan dan pembagian resiko dan beban serta dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR-RI.
‘’Tak pernah ada satupun kesepakatan menyetujui Himbara jadi penyangga likuiditas perbankan, karena itu bukan ranahnya Himbara. Itu ranahnya KSSK sebagai regulator,’’ tambah Legislator NasDem dari Sumatera Selatan I itu.
Bank-bank pemerintah yang tergabung dalam Himbara adalah objek kebijakan, sehingga tidak boleh menjadi tumpuan untuk menilai dan membantu likuiditas bank-bank yang sedang kesulitan keuangan.
Fauzi curiga, KSSK sepertinya sengaja melempar tanggung jawab ke Himbara, karena takut kasus BLBI dan Century bakal terulang. Jadi, mereka tak mau mengambil risiko, padahal itu tugas mereka sebagai regulator.
Belajar dari krisis keuangan tahun 1997-1998, lanjut Fauzi Amro, pemerintah sebaiknya melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membangun sistem keuangan yang lebih tangguh dan siap dalam menghadapi krisis sistem keuangan terkait dampak dari pandemi Covid-19.
Walau dalam situasi krisis,kata Fauzi, selalu berpedoman pada konstitusi yang sudah disepakati bersama, untuk menghindari timbulnya kejahatan keuangan dalam era krisis kemanusian akibat Corona ini.
‘’Saya menyarankan kepada KSSK agar kembali membaca UU PPKSK dan melaksanakan UU tersebut. Jangan bikin alasan yang mengada-ada,” tandas Alumnus IPB itu. []