Komisi II DPR Minta Diskualifikasi Paslon Langgar Protokol Covid 19

JAKARTA (24 September): Wakil Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan salah satu syarat yang diminta DPR adalah mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) di Pilkada Serentak 2020 yang melanggar protokol kesehatan. Pasalnya, pelaksanaan Pilkada 2020 akan digelar di tengah pandemi Covid-19.

"Komisi II DPR meminta mereka yang melanggar diberikan sanksi. Bahkan kalau bisa diakomodasi, kami minta sampai diskualifikasi paslon yang secara sengaja melanggar dan berkali-kali," ujar Saan, Sekretaris Fraksi  NasDem DPR RI itu dalam diskusi bertajuk ' Pilkada: Ditunda atau Lanjut?' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (23/9).

Dengan demikian, kata Legislator NasDem itu, pemberian sanksi pelanggar protokol kesehatan pun tak hanya administratif, tetapi juga didiskualifikasi sebagai paslon.

Komisi II DPR, kata wakil rakyat dari dapil Jawa Barat VII itu, juga sudah meminta kepada pemerintah dan penyelenggara serta Satgas Penanganan Covid-19 untuk memperbarui perkembangan Covid-19 di 270 daerah yang melaksanakan pilkada.

"Misalnya di satu titik ada yang terpapar baru 4.000-an. Dari 4.000 secara nasional, daerah yang pilkada berapa persen memberikan kontribusi terhadap jumlah baru kasus Covid-19," jelas Legislator NasDem tersebut.

Di samping itu, pihaknya juga sudah meminta agar hal-hal yang dianggap dapat memancing kerumunan massa yang besar agar dilarang. Antara lain konser, kegiatan jalan santai, panen raya dan lainnya.

"DPR minta revisi Peraturan KPU (PKPU) di kegiatan-kegiatan kampanye di tahapan-tahapan yang akan datang, yang potensial melanggar protokol kesehatan ditiadakan, direvisi, dan dilakukan pelarangan," tegas Legislator NasDem tersebut.

Saan yang juga Ketua DPW NasDem Jawa Barat itu menjelaskan, sejak DPR mengakhiri reses pada 30 Maret 2020, Komisi II DPR langsung menggelar rapat dengan penyelenggara dan Mendagri untuk memutuskan menunda tahapan pilkada karena pandemi Covid-19.

Saat itu, lanjut Saan, KPU diminta membuat simulasi dan menghasilkan tiga skenario untuk menunda pilkada hingga waktu yang tepat, yakni Desember 2020, Maret 2021, dan September 2021.

Namun ternyata 9 Desember 2020 dipilih untuk pelaksanaan pilkada dan Komisi II DPR pun menyetujuinya dengan mengajukan dua syarat.

"Syarat pertama terkait keselamatan masyarakat. Ini harus terpenuhi di tengah Covid-19 karena kita punya pengalaman Pemilu 2019 banyak penyelenggara gugur. Jadi keselamatan penyelenggara, pemilih, peserta harus terjaga," jelasnya.

Syarat kedua, tambah Saan, terkait kualitas demokrasi yang tidak boleh tereduksi. Semua prinsip demokrasi harus mampu diterapkan di setiap tahapan pilkada.(HH/*)

Add Comment