Perlu Gerakan Mengatasi Kemiskinan dari Desa
JAKARTA (29 September): Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami kenaikan pada bulan Maret 2020. Salah satu penyebab utama meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia ialah karena terdampak pandemi covid-19.
‘’Sejak awal Maret, Covid-19 sudah menghantam Indonesia, bahkan gejala meningkatnya angka kemiskinan sudah dirasakan di bulan Februari karena banyak pengusaha UMKM yang bergerak di bidang wisata kehilangan turis internasional," ujar Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto dalam acara diskusi daring bertema "Menilik Parameter Kemiskinan di Negeri Dengan Keanekaragaman" yang diadakan Fraksi Partai NasDem DPR RI di Jakarta, Selasa (29/9).
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang. Angka ini lebih besar 1,63 juta orang dari September 2019. Sementara persentase penduduk miskin per Maret 2020 sebesar 9,78%, naik 0,56% dari September 2019.
"Peningkatakan kemiskinan di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan," ungkap Kecuk.
Kategori penduduk miskin disebutkan oleh Kecuk ialah penduduk yang rata-rata pengeluaran perkapita berada di bawah garis kemiskinan per bulannya. BPS mencatat, garis kemisikinan nasional perkapita di Indonesia senilai Rp454.652 per bulan. Angka ini naik 3,20% sejak September 2019 yakni Rp440.538. Sementara untuk rumah tangga acuan garis kemiskinan berada di angka Rp2.118.678 per bulan.
"Garis kemiskinan per rumah tangga miskin saling berbeda antarprovinsi. Tergantung UMP dan komoditas yang ada di provinsi tersebut," ujarnya.
Menurut Kecuk, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditi bukan makanan. Pada Maret 2020, komodini makanan menyumbang 73,86% pada garis kemiskinan. Salah satu yang terbesar ialah komoditi beras.
"Inflasi umum periode September 2019 hingga Maret 2020 sebesar 1,30 persen," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Charles Meikyansah mengatakan kemiskinan identik dengan penduduk di pedesaan yang mayoritas berprofesi sebagai petani ataupun buruh tani. Jumlah petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare (ha) semakin meningkat.
"Sejak tahun 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga kini menjadi 15,81 rumah tangga," ungkap Charles.
Legislator NasDem itu menambahkan perlu kebijakan yang berpihak kepada para petani di pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi para petani. Salah satu caranya ialah dengan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) dan Nilai Tukar Petani (NTP).
"Kementerian Pertanian selama masa pandemi dari bulan Mei hingga Agustus 2020 berhasil meningkatkan NTUP dari 100.16 persen menjadi 100.84 persen. Demikian pula dengan NTP dari 99.47 persen menjadi 100.65 persen," kata anggota DPR RI Fraksi NasDem dari dapil Jawa Timur IV itu.
Selain itu, Charles juga menuturkan bahwa sinergi lintas kementerian dan lembaga negara dbutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kesejahteraan petani tidak bisa hanya dilakukan oleh Kementerian Pertanian, namun juga harus melibatkan secara aktif dan sinergis kementerian dan lembaga negara lainnya.
"Sinergi Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam konteks hulu dan hilir sektor pertanian untuk memastikan harga pangan tetap terjangkau," tuturnya.
Di akhir paparannya, Charles mengatakan upaya untuk mengatasi persoalan kemiskinan harus dimulai dari desa dengan menempatkan petani sebagai subjek utama pemberdayaan. "Ini sejalan dengan kebijakan umum pembangunan nasional yang menjadikan desa sebagai basis utamanya," tegas Charles. ()