Memimpin Bukan Kesenangan

Oleh: Yusadar Waruwu,S.Pd.


Pemimpin adalah individu yang mendapat kepercayaan dan pengakuan dari kelompok orang atau masyarakat untuk membawa pengikutnya kepada tujuan yang diharapkan bersama. Seorang pemimpin dituntut memiliki pengaruh, kecakapan dan keahlian untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama dengan seluruh pengikut-pengikutnya.


Tidak mudah menjadi pemimpin, harus membutuhkan segala daya dan kemampuan maksimal dan dengan strategi yang mumpuni. Menurut Stephanie K. Marrus seperti yang dikutip oleh Sukristono, ‘Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.’


Dapat disimpulkan bahwa strategi sangat merupakan kreatifitas dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai sebuah target dari apa yang direncanakan oleh seorang pemimpin.


Akan tetapi menjadi seorang pemimpin tidak hanya semata-mata atas kehebatan seseorang dalam berpolitik dan bekerja, tetapi menjadi pemimpin tidak terlepas atas izin dan kuasa Tuhan. Dengan kata lain menjadi pemimpin adalah sebuah anugerah dari sang Pencipta sebab, Tuhan memiliki segala rencana dalam setiap hidup manusia walaupun sebagian orang bertindak tidak sesuai dengan rencana dan apa yang harapkan oleh Tuhan ketika sudah menjabat sebagai seorang pemimpin.


Sebagian dari mereka menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk mencari kekayaan dan kesenangan. Hal ini dibuktikan dengan sikap dan perilaku para pemimpin kita yang kerap melakukan korupsi dan tindakan-tindakan lain yang tidak terpuji.


Tidak sedikit para pemimpin yang harus mendekam dalam penjara, baik dari lembaga-lembaga negara maupun dari institusi pemerintah. Mereka bisa dari tingkat daerah kabupaten/kota, tingkat provinsi hingga pusat.


Untuk September tahun 2017 Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menangkap lima Kepala Daerah yang diduga melakukan korupsi dengan status tersangka. Belum lagi dengan pejabat-pejabat lain yang tersandung kasus korupsi di berbagai daerah dan wilayah di seluruh Indonesia. Ini dilakukan karena pikiran yang menganggap bahwa jabatan dan kekuasaan adalah kesenangan. Kekuasaan dijadikan sebagai ajang mencari kekayaan sehingga, lupa akan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan bagi rakyat.


Padahal pemimpin sejati adalah pelayan. Dalam Kitab Lukas 22 : 25-26, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya ‘Raja-raja bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang yang menjalankan kuasa atas mereka disebut pelindung-pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian,  melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan’.


Dalam arti lain pemimpin sebagai pelayan atau servant leadership mempunyai tugas dan fungsi utama untuk melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya bukan untuk memenuhi kesenangan atau kepentingan golongan, namun lebih kepada kepentingan public yang dipimpinnya.


Artian yang sama tetang kepemimpinan juga disampaikan oleh Mayor Arh. (Purn.) Yoyok Riyo Sudibyo pada saat memberikan kuliah umum di Kampus Akademi Bela Negara Partai NasDem. Selama dua kali menyampaikan materi kuliah, Yoyok menyampaikan istilah sendiri tentang kepemimpinan. Istilah yang ia sampaikan berdasarkan pengalaman panjang yang ia jalani dimana sebelumnya beliau berprofesi sebagai Tentara Nasional Indonesia dari Angkatan Darat.


Saat bertugas di Papua, beliau mencoba memulai usaha dagang. Karena merasa kurang etis seorang Tentara sambil berdagang, ia memilih untuk pensiun dini dari (TNI AD) dengan pangkat terakhir Mayor.


Hidup sebagai seorang pedagang kemudian beliau dicalonkan sebagai Bupati Batang dari jalur independen, dan atas kehendak Tuhan beliau terpilih menjadi Bupati Batang selama satu periode pada pilkada tahun 2011 yang lalu. Pada saat kepemimpinannya Yoyok salah seorang penerima Bung Hatta Anti-Corruption Award 2015.  Pada 2012, pendapatan asli daerah (PAD) Batang hanya Rp 67 miliar. Pada 2014, PAD Batang menjadi Rp 186 miliar dan diharapkan pada 2017 menjadi lebih dari Rp 200 miliar.


Setelah selesai satu periode, beliau tidak mencalonkan diri lagi. Bukan tanpa alasan, mantan TNI ini menyadari bahwa memberikan kesempatan kepada yang lain adalah sifat kepemimpinan yang sejati.


Yoyok Riyo Sudibyo mengatakan bahwa menjadi pemimpin adalah pribadi yang siap merelakan dan mengorbankan kesenangan nya. Arti singkat yang ia sampaikan ini jelas menyampaikan bahwa pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang seperti pelayan. Pemimpin yang mendengar, melihat dan mengenal keluhan rakyat dan kemudian bekerja untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya.


Untuk itu dapat saya simpulkan bahwa menjadi pemimpin bukan kesenangan. Tetapi pemimpin adalah seperti seorang pelayan atau  servant leadership yang memiliki sikap menjalan tugas kepemimpinan sebagai sebuah pengabdian kepada rakyat. Dengan demikian, nilai-nilai kepemimpin sebagai pelayan sangat penting untuk ditanamkan dalam diri generasi muda, terlebih-lebih nilai-nilai ini harus dimiliki oleh kader Partai NasDem dan Mahasiwa Akademi Bela Negara Partai NasDem sebagai calon-calon pemimpin bangsa ke depan. Sehingga setiap pemimpin yang lahir dari Partai NasDem memiliki kesadaran bahwa menjadi pemimpin adalah bukan sebuah kesenangan tapi sebuah pengabdian terhadap rakyat.(*)


*Yusadar Waruwu,S.Pd.

Mahasiswa ABN-073

DPD Kabupaten Nias

DPW Provinsi Sumatera Utara

Add Comment