Mengapa Saya Memilih Partai NasDem?
Oleh S. Ahmad Assagaf (Amato)
Nasional NASIONAL Demokrasi adalah satu untai istilah bagi sebuah sistem kuno yang disandingkan dengan sebuah ideologi modern. Sistem kuno itu adalah demokrasi dan ideologi modern adalah nasionalisme. Keduanya, bukan hanya sebagai wacana, melainkan prinsip yang utuh.
Di Indonesia hari ini, keduanya nasionalisme dan demokrasi diklaim secara sadar oleh sebuah kelompok untuk mewujud menjadi sebuah partai. Namanya Partai Nasional Demokrasi. Nama yang tidak boleh menjadi tidak penting bagi sebuah partai karena muatan ideologis yang diembannya adalah kebutuhan yang nyata bagi bangsa ini.
Kebutuhan yang hadir setelah perubahan demi perubahan dalam sejarah Republik ini membawa kita pada pertaruhan bahwa perubahan, yang tidak mungkin tidak, membutuhkan basis ideologi yang jelas dan kuat.
Partai NasDem menawarkan Nasionalisme dan Demokrasi sebagai basis ideologi bagi perubahan yang kita butuhkan itu. Bahkan, dalam ujian pergolakan politik bangsa ini di hari-hari yang menyertai kelahiran dan pertumbuhan awal partai ini, partai NasDem menjadikan Nasionalisme dan Demokrasi sebagai ideologi bagi perubahan itu sendiri.
Artinya, perubahan bukan hanya merupakan bagian penting dari dinamika bangsa (penanda bagi Nasionalisme) dalam sebuah negara yang menjadikan rakyat berdasar hukum sebagai pemegang kedaulatan tertinggi (penanda bagi Demokrasi), tapi juga merupakan kebutuhan bagi eksistensi negara-bangsa itu sendiri.
Nasional Demokrasi, dalam logika ini, adalah apa yang dalam sejarah dikenal sebagai Republik bagi sebuah komunitas negara-bangsa. Sebuah ketetapan yang bersifat ideologis untuk mengembalikan politik menjadi urusan publik, menjadi res publica. Berada di tingkat sebenarnya dari urusan kedaulatan (soveregnty), bukan semata urusan kekuasaan (power).
Kaitan-kaitan logis semacam ini, betapapun sederhana saya menjelaskannya, adalah alasan utama saya bergabung dengan partai NasDem; maju sebagai calon anggota dewan provinsi Sulawesi Utara dari rahim “gerakan perubahan” ini. Ada yang ideal dalam alasan itu, sebagaimana saya telah tuliskan di atas. Tapi masih ada yang jauh lebih realistis dalam alasan saya.
Berangkat dari ideal perubahan dalam kerangka ideologi Nasional Demokrasi ini, saya menyadari kebutuhan akan perubahan sebagai kebutuhan yang, secara real politik, selalu terantuk pada cara kita mewujudkannya. Pada halangan-halangan nyata yang tengah kita hadapi, pada kompetisi dan konflik, perbenturan kepentingan, serta berbagai permainan untuk memenangkan kekuasaan di satu lapangan bersama yang kita sebut politik.
Salah satu yang saya pikir realistis dari ideal-ideal itu adalah kebutuhan kecil saya untuk melihat kampung halaman saya, Manado, menjadi sebuah kota milik bersama warga Manado. Di tingkat partai, ideal itu menjadi realistis manakala keputusan saya untuk “terlibat” dalam politik praktis menghadapi rintangan dari tingkah polah partai yang jauh panggang dari api dalam berbicara soal prinsip dan ideologi.
Dan jika mereka bisa mencincang prinsip dan ideologi mereka sendiri, bagaimana mereka akan membantu saya memperjuangkan cita-cita kecil warga Manado?
Bukan merupakan makanan asing bagi lidah saya sebagai seseorang yang berminat dengan persoalan-persoalan politik pada tingkat teoritis, bahkan filsosofis, bahwa partai politik di Republik ini adalah kotak yang kosong dari prinsip dan ideologi. Apa yang disebut prinsip adalah apa yang menjadi jualan partai tanpa ada implementasi nyatanya dalam praktek berpolitik.
Bahkan membawa prinsip dan ideologi seolah menjadi beban yang sangat berat bagi partai di lapangan politik praktis. Contohnya, tidak ada pengkaderan yang nyata berfungsi dalam partai karena berbagai alasan yang 70% dicari-cari dan 30% sudah menjadi jawaban mekanis tanpa substansi dari para petugas partai.
Sedemikian sehingga, membayangkan partai dalam kerjanya adalah berdiri dengan rasa mual di depan tumpukan bangkai yang telah membusuk. Lalu pergolakan demi pergolakan di tingkat sosio-politik dan sosio-ekonomi memberi saya sedikit penjelasan akan kesulitan-kesulitan partai untuk berfungsi sebagaimana harusnya.
Ideal itu ada dan memang harus ada dalam setiap partai, hanya saja ada partai yang telah membunuhnya secara sengaja atau tidak, namun ada partai yang di tengah upayanya untuk mewujudkan itu harus bermain dengan kebutuhan-kebutuhan real politik yang memaksanya menetapkan prioritas. NasDem, secara realistis berada dalam kelompok partai yang kedua ini.
Ketika saya memutuskan, setelah menunda selama lima belas tahun, untuk maju sebagai calon anggota legislatif (baca: menjadi politisi dalam sistem), yang pertama-tama saya sadari adalah sedikit merenggangkan saringan pemahaman saya terhadap partai-partai politik kita. Dengan kata lain, menunda penilaian ideal saya terhadap partai politik yang ada dengan mencoba berempati terhadap persoalan mereka di tingkat praktek keseharian.
Hasilnya adalah sedikit partai yang memang harus tunduk pada kebutuhan-kebutuhan mendesak sehingga tidak bisa dengan segera terlihat sedang bekerja dalam kerangka-kerangka ideal itu. Karenanya, daripada mencari partai ideal yang hanya akan membuat saya terus bersipongang dengan sinisme dan menunda desakan untuk turut serta memperjuangkan ideal saya dalam lapangan politik, saya perlu mencari partai yang paling mungkin untuk membantu saya mewujudkan ideal-ideal itu. Dan saya menemukan NasDem sebagai yang terbaik dari semua partai yang ada.
Perhatian saya pada partai yang membawa seruan “gerakan perubahan” ini dimulai dengan sinisme khas kelompok saya. Satu demi satu sinisme itu mendapatkan jawabannya dari biografi dan tingkah polah partai yang masih sangat muda ini. Dan, dengan begitu, satu demi satu cahaya harapan saya tumbuh bagi partai ini.
Kenyataan bahwa kita sedang habis-habisan bertarung untuk mendapatkan posisi terbaik dalam mewujudkan apa yang menjadi ideal kita, pada partai NasDem menjadi kenyataan yang sesungguhnya. Artinya, turut serta dalam gerak perubahan yang diidealkan oleh partai ini masih merupakan sesuatu yang mungkin.
Bahkan harus, jika saya melihatnya dari sudut kebutuhan-kebutuhan mendesak saya sebagai warga dari sebuah kota yang membutuhkan perubahan.
Saya punya daftar panjang kebutuhan sebagai hasil dari obrolan bertahun-tahun dengan berbagai pihak di kota kelahiran saya Manado. Dan saya punya kebutuhan yang mendesak untuk mempertaruhkan kebutuhan-kebutuhan warga Manado itu dalam lapangan yang paling memungkinkan bagi saya untuk mewujudkannya.
Singkatnya, saya harus maju sebagai calon anggota legislatif provinsi Sulawesi Utara untuk membawa aspirasi yang telah saya kumpulkan selama bertahun-tahun itu. Dan saya membutuhkan partai yang tidak akan mengamputasi, mencincang-cincang, aspirasi masyarakat yang kelak saya wakili. Sebuah partai yang, dengan segala kekurangannya, memiliki pandangan dan kebijakan praktis yang bisa menjamin bahwa saya tidak sedang menyia-nyiakan waktu dan energi untuk berjuang bersama mereka.
Partai Nasional Demokrasi adalah ideal yang tinggal sedikit, jika tidak bisa dibilang satu-satunya, di tengah kerapuhan ideologis partai-partai yang sekarang menjadi institusi politik zombie di Republik ini. Partai NasDem menawarkan perubahan dengan cara menjadikan perubahan, dalam kerangka Nasionalisme dan Demokrasi, sebagai kenyataan di tingkat kerja-kerja politiknya.
Saya bukan politisi ideal, tapi saya masih percaya pada ideal-ideal dalam politik. Dan bahkan dalam derajat tertentu sinisme saya akan kerja partai politik di Indonesia, partai NasDem masih memberikan harapan bagi saya untuk memeluk ideal-ideal itu tanpa kehilangan hubungannya dengan kenyataan politik.
Nama bagi hubungan-hubungan itu dalam partai NasDem adalah ‘pertimbangan rasional.’ Dalam wilayah politik praktis, pertimbangan rasional merupakan cara bagi kita untuk mendamaikan ideal-ideal politik dengan realitas keseharian politik yang membutuhkan pengambilan keputusan yang segera dan, sudah tentu, menguntungkan.
Prestasi partai NasDem dalam pilkada gubernur 2018 serta berbagai kebijakannya di tingkat nasional selama masa kepemimpinan pertama Jokowi, memberi kita penjelasan bagaimana pertimbangan rasional partai bisa menjaga ideal-idealnya tanpa kehilangan kelincahannya memainkan langkah taktis di tengah kecamuk real politik yang menuntut kemenangan.
Partai NasDem tidak pernah menjual satupun dari prinsip dan ideologinya dengan bayaran kemenangan sementara. Setiap kemenangan diperoleh sebagai hasil taktik dan strategi yang dituntun oleh prinsip dan ideologinya. Sehingga tidak hanya tak terkontaminasi dengan realitas politik yang busuk, partai NasDem bahkan bisa menawarkan alternatif untuk menjaga ideal tanpa lari dari realitas.
Singkatnya, pada partai NasDem, pragmatisme politik bukanlah oportunisme tapi kebutuhan untuk bertahan hidup.
Real politik menjadi kesungguhan dalam berpolitik, bukan pembenaran bagi praktek dagang sapi. Karenanya, di dalam partai NasDem, gerakan perubahan menjadi cita-cita yang realistis, bukan asesoris. Dan ideologi, Nasional-Demokrasi, menjadi kerangka perjuangan.
Masih ada banyak alasan sebagai jawaban atas pertanyaan ‘kenapa saya memilih partai NasDem?’ tapi sedikit penjelasan di atas kiranya dapat menjadi pembuka.
Saya memilih partai NasDem karena saya membutuhkan partai politik bagi cita-cita politik saya dan sekian banyak orang Manado yang merasa terwakili oleh saya.
Dan saya memilih partai NasDem sebagai sebuah partai politik yang akan membantu saya menjalankan tugas saya sekarang dan nanti, bukan semata sebagai kendaraan legal-formal agar saya bisa menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sulawesi Utara.
Saya memilih partai NasDem karena saya ingin berjuang sebagai politisi, bukan sebagai kutu berdasi dengan jabatan keren. Demikianlah. (*)
(S, Ahmad Assagaf (Amato) adalah Caleg Partai NasDem dari Dapil Kota Manado untuk DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Artikel ini pertama kali ditayang: ruangpublika.com)