Drama Kotak 'Kardus'
Drama Kotak 'Kardus'
Oleh Karna Brata Lesmana
SETELAH jenderal kardus, kini kotak suara kardus menjadi polemik di tengah masyarakat. Mungkin karena istilah kardus yang menyebabkan kelompok tertentu merasa sensitif.
Pemilu sejatinya dirayakan dengan penuh suka cita dan gembira. Karena itu ia disebut sebagai pesta atau hajatan. Dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Kenyataannya, banyak pihak memainkan sisi emosi rakyat hanya untuk kepentingan elektoral. Emosi rakyat diaduk-aduk sedemikian rupa agar menciptakan kekhawatiran dan keragu-raguan terhadap pemerintah maupun penyelenggara pemilu.
Masih segar memori kolektif kita atas kasus hoax Ratna Sarumpaet yang mengaku dianiaya. Terpengaruh pengakuan koleganya, lalu Tim Sukses Prabowo-Sandi muncul ke media dan publik. Bahkan calon presidennya pun termakan pesona hoax Sarumpaet sehingga mengadakan konferensi pers.
Tak lama berselang, Ratna Sarumpaet mengakui bahwa wajah lebamnya itu diakibatkan operasi plastik, bukan korban pengeroyokan.
Dusta besar ini menjadi salah satu rangkaian kampanye yang menakut-nakuti dan menebar kekhawatiran di tengah masyarakat di masa kampanye Pemilu 2019.
Bayangkan jika kasus kebohongan Ratna Sarumpaet tidak terbongkar dan Ratna Sarumpaet melarikan diri ke luar negeri, drama apa yang akan terjadi di Republik ini?
Belakangan terjadi polemik soal kotak suara terbuat dari karton kedap air. Kemudian disebut "kotak suara kardus" sekarang. Sejatinya aturan mengenai kotak suara transparan diatur dalam Pasal 341 ayat (1) huruf a UU 7/2017 tentang Pemilu.
KPU menjamin bahwa kotak kardus tersebut kuat dan aman untuk digunakan. Untuk menjalankan ketentuan itu, KPU menimbang berbagai model, bahan, spesifikasi, dan ukuran.
Saat KPU menyimulasikan dua opsi kotak suara transparan dan hingga akhirnya mengerucut kepada karton kedap air, semuanya sepakat dan tidak ada yang keberatan kemudian disahkan DPR.
Namun kenapa setelah kotak suara telah didistribusikan, kubu Prabowo-Sandi baru mempermasalahkan dan meributkan hal tersebut?
Partai politik dan timses, ayolah berpikir cerdas dan bersikap dewasa. Jangan jadi orang yang berlagak bodoh, sekadar mencari panggung murahan.
Bukan dari bahan instrumen kotak suara yang digunakan, yang bisa mengakibatkan kecurangan. Jauh lebih penting adalah perilaku penyelenggara pemilu, termasuk semua partai politik. Tidak ada hubungannya bahan kotak suara dengan kemungkinan kecurangan proses penyelenggaraan pemilu.
Teknologi bisa sangat membantu meminimalisasi tingkat kecurangan yang terjadi saat pelaksanaan pemilu. Saya sepakat dengan KPU yang memutuskan agar C1 plano difoto sesaat setelah rekapitulasi di tingkat TPS selesai. Kemudian menyebarkannya ke setiap saksi dan partai politik agar semua orang bisa melihat hasil perolehan suara.
Jika C1 plano ini tersebar luas, maka akan semakin menekan kemungkinan kecurangan yang sering terjadi saat rekapitulasi di tingkat kecamatan, kota atau kabupaten hingga provinsi.
Saya optimistis dengan langkah dan kebijakan yang ditempuh KPU. KPU semakin paham dan banyak belajar dari pengalaman. Kalau pada pemilu-pemilu sebelumnya, rekapitulasi yang rentan itu dimainkan di tingkat kelurahan, di Pemilu 2019, rekapitulasi dihitung di tingkat kecamatan tanpa melalui tahapan rekapitulasi di tingkat kelurahan.
Kita tidak usah menunggu berminggu-minggu jika C1 plano ini di-share melalui bantuan media sosial untuk mengetahui hasil rekapitulasi suara dari setiap TPS.
Sekali lagi, bukan soal perkara kotak suara berbahan dari kardus atau apa pun. Tapi pelaksanaan pemilu yang transparan, jujur, adil dan anggota KPPS yang berintegritas tinggi, yang akan mewujudkan pesta demokrasi yang berkualitas dan bermartabat.
Kontestan yang kalah harus menerima secara sportif dan legowo, sedangkan kontestan yang menang jangan terbawa euphoria yang berlebihan dan jumawa. Kubu yang menang harus bergegas bekerja untuk rakyat dan merajut kembali persaudaraan menuju bangsa Indonesia yang satu dan maju.
Saya percaya dengan kedewasaan dan ketulusan dari KPU periode 2017 – 2022 untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil dan transparan.*
Karna Brata Lesmana, Caleg DPR RI dari Partai NasDem Dapil Jakarta III, (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu
No. Urut 5)