Mencoba Tol Trans Jawa ke Semarang

Oleh Gantyo Koespradono

SETELAH Presiden Jokowi mencoba Tol Trans Jawa (TTJ) Kamis (20 Desember), Jumat (21 Desember) malam tadi, giliran saya dan rombongan melaju di jalan bebas hambatan tersebut dari Tangerang menuju Semarang.

Dari Semarang tanpa lewat tol, kami menuju Jepara ke Dukuh Margokerto, Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. 

Dalam hajatan Pemilu Serentak 2019, Jepara termasuk Dapil Jawa Tengah 2, tempat di mana Partai NasDem mempercayakan saya sebagai caleg DPR-RI dengan nomor urut 7.

Lokasi Dukuh Margokerto tidak jauh dari PLTU Tanjung Jati B Jepara, pusat pembangkit listrik yang mengaliri "terang" untuk Pulau Jawa dan Bali. PLTU Tanjung Jati B bakal menjadi pusat pembangkit listrik terbesar di ASEAN.

Karena Partai NasDem adalah pendukung berat Jokowi-Ma'ruf Amin, tentu menjadi kewajiban saya untuk menjajal sekaligus menikmati infrastruktur (tol) yang telah dibangun pemerintahan Jokowi.

Jika apa yang saya rasakan saat melaju di jalan bebas hambatan itu sudah bagus dan oke, tentu kewajiban saya untuk memberikan apresiasi. Jika belum sempurna, kewajiban saya pula untuk mengkritik dan memberikan masukan.

Terakhir melintas lewat tol ke Jawa Tengah, ujung tol baru sampai di Brebes. Tadi malam hingga pagi hari (Sabtu 22 Desember), ujung jalan bebas hambatan itu sudah ada di Kota Batang.

TTJ total ada empat ruas. Seksi Jawa Timur baru saja diresmikan oleh Jokowi dari kilometer 671 di Jombang, Jawa Timur. Dengan demikian, terhitung sejak Kamis (20 Desember), tol Jakarta-Surabaya sudah tersambung dan bisa dilalui kendaraan.

Tol yang kami lewati sebenarnya hanya bagian dari Trans Jawa yang terentang mulai dari Merak di ujung barat hingga Banyuwangi di ujung timur Pulau Jawa sepanjang 1.150 kilometer. Saat ini, jalan dari Merak hingga Pasuruan sepanjang 933 kilometer telah tersambung. 

Sejarah akhirnya mencatat, pembangunan tol yang telah "mengular" di Pulau Jawa itu dilaksanakan sejak 1978 hingga akhir tahun 2018. Rinciannya sepanjang 242 kilometer dibangun pada periode 1978-2004, kemudian 75 kilometer dibangun pada 2005-2014, dan sepanjang 616 kilometer dibangun pada periode 2015-2018.

Itu jelas prestasi cemerlang buat pemerintahan Jokowi karena dalam tempo tiga tahun, pemerintahannya sudah menyelesaikan 616 km!

Jika tidak ada aral melintang, ruas selebihnya, yakni Pasuruan-Banyuwangi sepanjang 217 kilometer akan tuntas dirampungkan pada tahun 2021.

Banyak yang berharap tuntasnya pembangunan TTJ berdampak positif terhadap perekonomian, terutama untuk kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus di kawasan Pulau Jawa.

Sebelum harapan itu terwujud, paling tidak TTJ yang baru dijajal Jokowi itu menjadi kado Natal dan membawa suka cita tersendiri bagi umat kristiani yang terhitung mulai Jumat (21 Desember) mudik untuk merayakan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 di kampung halaman. 

Dengan bus mini Isuzu Elf berkapasitas 16 orang, kami berangkat melewati TTJ dari Tangerang pukul 22:00. Lancar? Tidak juga, sebab seperti biasa kami menghadapi kemacetan lalu lintas saat kendaraan yang kami tumpangi melintas di tol Tangerang menuju Tomang, terutama menjelang Karang Tengah.

Setibanya di tol Bekasi, kembali kami menghadapi kemacetan lalu lintas di Bekasi Barat dan Timur. Kemacetan menembus hingga Karawang Barat. Total waktu yang kami habiskan untuk bermacet-ria di kawasan ini sekitar dua jam.

TTJ terasa setelah kami melintas di Tol Cipali. Meskipun  kendaraan cukup padat, kecepatan kendaraan masih bisa dipacu rata-rata 80 km per jam.

Dalam situasi seperti itu, suasana tidak nyaman adalah ketika kami harus istirahat di rest area. Hampir semua rest area di sepanjang tol yang baru diresmikan Presiden Jokowi  penuh kendaraan. Pengguna tol mengalami kesulitan memarkirkan kendaraan.

Karena areal parkir terbatas, banyak pengemudi yang memarkirkan mobil di tepi tol sebelum dan setelah rest area.

Dengan telah dibukanya akses atau ruas Brebes Timur hingga Semarang, para pengguna TTJ benar-benar merasakan nikmat saat untuk pertama kalinya melewati jalan bebas hambatan tersebut.

Saat kami melewati tol Brebes-Semarang, hari sudah pagi. Lalu lintas sangat lengang sehingga kendaraan yang kami tumpangi bisa melaju 100-120 km per jam.

Di jalur itu ada beberapa rest area, namun masih berupa tanah merah. Pengelola hanya menyediakan beberapa unit toilet darurat yang penggunanya harus antre, nggak peduli laki-laki atau perempuan.

Terlepas dari itu, kami termasuk beruntung sebab saat kami melintas di tol sepanjang lebih dari 100 km itu, benar-benar gratis lantaran masih uji coba.

Hanya sayangnya di ujung  tol tersebut, persisnya di pintu tol Kali Kangkung, banyak kendaraan yang harus antre lumayan panjang karena transaksi menggunakan e-tol masih dilakukan secara manual, meskipun jumlah gerbang sudah cukup memadai.

Dalam beberapa hari ke depan, manajemen arus keluar kendaraan lewat pintu gerbang Kali Kangkung perlu segera dibenahi. 

Libur Natal dan tahun baru saja suasananya sudah seperti itu. Saya tidak bisa membayangkan karut marut seperti apa yang bakal terjadi saat musim mudik Lebaran tiba di tahun depan jika manajemen arus keluar kendaraan para pemudik tidak diperhatikan.[]

Penulis adalah caleg NasDem DPR RI Dapil Jateng 2 No Urut 7.

Add Comment