Menebalkan Bekal Moral para Caleg
Oleh Gantyo Koespradono
PARA calon anggota legislatif (caleg) dari lintas partai — mereka berasal dari komunitas Gereja Kristen Jawa (GKJ) — pada 1-2 Februari lalu berkumpul di d'Emmerick Hotel, Salib Putih, Salatiga, Jawa Tengah.
Selama dua hari di kawasan berhawa sejuk itu, mereka dibekali oleh para pendeta dan tokoh supaya bisa menjadi caleg (syukur-syukur menjadi anggota DPR-RI/DPRD) yang baik (profesional) dan tidak bermain-main dengan uang. Dalam arti mereka tidak melakukan money politics untuk meraih suara (kemenangan) dan korupsi saat menjadi anggota DPR-RI/DPRD.
Konkretnya, jika mereka terpilih dalam Pemilu Serentak 2019, para caleg (legislator) asal GKJ harus bisa menutup buku atas kekurangan DPR-RI dan DPRD periode-periode sebelumnya. Ya, buat apa mereka berletih dan bersusah payah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif jika ujung-ujungnya setali tiga uang dengan yang sudah-sudah.
Pembekalan selama dua hari itu diselenggarakan oleh Sinode GKJ. Para peserta (caleg) berasal dari partai peserta Pemilu 2019, sebagian besar adalah caleg dari partai-partai koalisi pendukung Capres Nomor Urut 1.
Total peserta, berdasarkan catatan Sekretaris Umum Sinode GKJ Pdt Aris Widaryanto, ada 55 orang. Di luar dugaan saya, caleg asal GKJ terbanyak justru dari Partai NasDem. Ada 13 caleg NasDem yang ikut pembekalan.
Sebagian besar kader NasDem asal GKJ itu mencalegkan diri di DPRD Provinsi/Kota, sedangkan yang berposisi sebagai caleg DPR-RI yang hadir di acara pembekalan itu hanya ada dua orang, yaitu saya (Dapil Jateng 2: Kabupaten Demak, Kudus dan Jepara), dan Anggiasari Puji Aryati (Dapil DIY).
Sebagai caleg, saya tentu bangga, sebab Partai NasDem begitu peduli dengan keberadaan komunitas Kristiani di Jawa Tengah yang berjemaat di Gereja Kristen Jawa. Bahkan ada seorang pendeta senior (Pdt Emeritus Sri Handoko) yang juga menjadi caleg DPRD di DIY.
Lewat pembekalan itu, para instruktur mempersiapkan mental para caleg untuk menang dan siap jika kalah. Ya, kalau Sinode GKJ tidak menyiapkan para caleg, GKJ tentu akan rugi besar jika ada di antara kami yang (maaf) menjadi gila jika tidak terpilih.
Khusus untuk DPR-RI misalnya, Partai NasDem menargetkan meraih 100 kursi di Senayan dalam Pileg 2019. Total caleg ada 575 orang. Jika target itu tercapai, diakui atau tidak, pasti ada 475 caleg NasDem yang "kecewa" karena tidak terpilih.
Saya dan Anggi selaku warga GKJ, bisa jadi menjadi bagian dari 475 caleg itu. Sebaliknya, jika Tuhan menghendaki, bisa jadi kami menjadi bagian dari 100 caleg yang akhirnya duduk di Senayan.
Namun, jika itu yang terjadi, komunitas GKJ juga akan mengalami rugi besar, malu dan kecewa jika para calegnya setelah terpilih ternyata di kemudian hari berurusan dengan Komisi Pemberantasan Koruspsi (KPK), mengenakan pula jaket oranye.
Gereja juga akan ikut malu jika legislator asal GKJ tidak punya prestasi apa-apa, terutama di bidang legislasi.
Dalam soal itu di acara pembekalan tersebut, Dr Broto Wardoyo, dosen politik Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa DPR-RI dari periode ke periode belum pernah berhasil melaksanakan tugasnya di bidang legislasi.
Ada banyak rancangan undang-undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang menurut Broto, tidak pernah dituntaskan. Dari periode ke periode, DPR tidak pernah berhasil menyelesaikan 20 persen RUU yang masuk dalam Prolegnas.
Sebaliknya, RUU yang berkaitan dengan korporasi perusahaan justru yang kerap diselesaikan. Pertanyaannya, ada apa di balik ini?
Broto mengingatkan, teorinya, tugas anggota DPR tidak mudah, berat. Jika mau menjadi anggota DPR yang baik, "bisa tidak Anda hadir terus menerus dalam rapat-rapat dan tidak tidur," katanya.
Meskipun begitu, menurut Ketua Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampouw, para caleg asal GKJ harus serius dalam proses pencalegan hingga hari pencoblosan 17 April 2019.
Jadi caleg, kata dia, jangan coba-coba, tetapi harus berupaya menang, sebab dalam pileg tidak ada juara harapan.
Dalam upaya menjaring suara, Jeirry berpesan, jangan hanya dari komunitas gereja, sebab jika cuma ini yang dilakukan, sangat mungkin banyak caleg yang bakal kecewa, sebab bisa jadi jika ada gereja yang jumlah jemaatnya 2.000, "yang memilih Anda cuma 200. Oleh sebab itu jangan berasumsi bahwa 2.000 jemaat itu pasti akan memilih Anda."
Ada satu catatan yang menurut saya menarik dan perlu digarisbawahi oleh para caleg Kristiani asal GKJ, yaitu bahwa para legislator asal GKJ tidak boleh terjebak hanya berjuang untuk kelompok dan dirinya sendiri.
Menurut Jeirry, adalah keliru jika caleg atau legislator Kristen hanya berjuang untuk orang-orang Kristen dan yang lain ditinggalkan.
Saya setuju, caleg dan komunitas Kristen tidak boleh eksklusif. Lewat pemilu dengan prosesnya yang tidak mudah dan penuh tantangan itu, para caleg asal GKJ dan komunitas Kristen harus memperkuat demokrasi demi NKRI.[]
Penulis adalah Caleg NasDem DPR-RI Dapil Jateng 2 (Kabupaten Demak, Kudus dan Jepara)