Saat Fitnah Meninggi Mendekati Pilpres

*Oleh Gantyo Koespradono

KETUA Umum Partai NasDem Surya Paloh saat berada di Tulungagung Jawa Timur beberapa hari lalu mengapresiasi perubahan gaya calon presiden petahana Joko Widodo yang dinilai Paloh lebih agresif dalam menangkis isu-isu negatif dan hitam yang digunakan lawan politiknya.

Surya Paloh berpendapat apa yang dilakukan Jokowi sudah tepat. Sebab, serangan politik yang diarahkan ke dirinya, khususnya di era pemerintahannya, sudah mengarah ke fitnah. Mendekati Pemilu Serentak 2019 — di dalamnya ada pilpres — intensitas kampanye hitam memang cenderung meningkat.

Mendapat respons positif dari Surya Paloh, saat berpidato di acara deklarasi dukungan alumni SMA se Jakarta Minggu (10/2), Jokowi bahkan terang-terangan menangkis isu yang dilemparkan kubu tertentu bahwa APBN di masa pemerintahan Jokowi sarat dengan kebocoran. 

Di forum tersebut, Jokowi mengatakan bahwa kasus "bocor, bocor, bocor" — ia menyebut hingga 12 kali — sebagai fitnah dan bohong.

Tak bisa dimungkiri, mendekati 17 April 2019, banyak pihak yang tidak rela Jokowi terpilih kembali, semakin panik dan memutuskan urat malunya untuk menyebarkan fitnah, ketakutan, teror, kebohongan dan sejenisnya.

Mereka menyebarkan produk tindakan bodohnya itu lewat media sosial. Celakanya, ada pula media massa mainstream yang kemudian mengamplifikasi isu-isu miring dan cenderung bernoda hitam tersebut.

Fakta bahwa mendekati pilpres, fitnah dan hujatan semakin merajalela saya temukan saat saya aktif kembali mengelola akun saya di Twitter setelah bertahun-tahun tidak saya aktifkan karena lupa kata sandi.

Suatu kali saya memposting pesan (berkaitan dengan pilpres) menggunakan tagar (hastag) yang sedang trending.

Di luar dugaan saya, pesan saya dire-twitt (RT) banyak orang, baik oleh pendukung Jokowi, maupun kubu capres yang satunya lagi.

Maaf, mereka yang bukan pendukung Jokowi, rata-rata membalas dengan fitnah, ejekan dan menyerang saya. Banyak pula yang mengancam saya dan akan memerkarakan saya pasca-pilpres.

Ada pula yang membalas postingan saya dengan pernyataan yang dibalik-balik bahwa saya dan para pendukung Jokowi adalah sekelompok orang bodoh dan orang bodohlah yang bakal menjadikan Jokowi menjabat presiden dua periode.

Saya tentu tertawa membaca komentar semacam itu. Tapi, apa pun faktanya, saya menganggap semua ini hanya "hiburan" menjelang Pilpres 2019, meskipun ujaran kebencian yang diarahkan kepada Presiden Jokowi juga tidak bisa dipandang sebelah mata.

Saya sependapat dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh bahwa Pak Jokowi perlu, bahkan wajib menjawab agar isu atau opini yang dibangun kubu capres/cawapres nomor urut bukan 01 tidak menjadi persepsi publik dan kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran, padahal faktanya bohong.

Di darat, Presiden Jokowi dan para pendukungnya, termasuk keluarga besar Partai NasDem yang telah membulatkan tekad "Jokowi Presidenku" wajib hukumnya untuk mengedukasi masyarakat dengan tak jemu-jemu menjelaskan fakta sebagaimana adanya tentang apa yang sudah dilakukan pemerintahan Jokowi yang didukung NasDem.

Dosa besar jika kita acuh tak acuh dan membiarkan masyarakat bangga dengan kebodohannya karena percaya dengan fitnah, hoaks dan kabar sampah.

Sebaliknya, kewajiban saya dan kawan-kawan penggiat media sosial untuk terus mengedukasi masyarakat lewat serangan udara.

Sebagai penutup, izinkan saya kutip pernyataan Surya Paloh untuk mengingatkan kita semua: "Bagaimanapun partai politik punya kontribusi dan peran strategis. Institusi partai politik amat menentukan. Warna politik negeri ini, maju mundurnya negeri ini ditentukan oleh partai politik." 

Ingat, negeri ini milik kita bersama. Kita mesti bangga karena NasDem ada di dalamnya.[]

Penulis adalah caleg NasDem DPR-RI Dapil Jawa Tengah 2 (Kabupaten Demak, Kudus, Jepara)

Add Comment