Restorasi Parlemen; Refleksi Sekolah Legislatif Partai NasDem 2019 (2)

Seni Mengelola Kekuasaan 

Oleh: Agustinus Moruk Taek*

SENAYAN adalah simbol parlemen Indonesia. Di tempat ini para politisi berkumpul, berkomunikasi, dan berdiskusi untuk merealisasikan amanat UUD 45. Dinamika politik selalu terjadi di bawah kontrol interaksi politik Senayan. 

Tapi sayang, belakangan tempat ini beralih makna dan berubah fungsi―dari dapur kebijakan menjadi warung jual beli kepentingan. 

Senayan perlahan kehilangan daya magis akibat distorsi ideologi dan moral para politisi. Tempat ini perlahan berubah fungsi menjadi arena pertarungan kepentingan politik murahan. Respek masyarakat pun akhirnya melemah terhadap lembaga parlemen. 

NasDem mengalami situasi ini sejak berkiprah di Senayan. “Setiap saat kita selalu dihadapkan pada dinamika politik yang tak menentu. Turbulensi politik bisa terjadi kapan saja. Sumbernya bisa dari internal, bisa juga datang dari luar gedung parlemen. Kita harus selalu siap dan berani mengambil keputusan. Komitmen untuk bersikap benar jadi tantangan tersendiri. Kalau tidak kuat iman politiknya, pasti gampang tergoda.” 

Demikian pesan kader NasDem Victor Laiskodat yang kini menjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) kepada kader partai dan legislator terpilih agar lebih cerdas mengelola kepentingan dan kekuasaan.

Jhonny G. Plate, Sekjen DPP Partai NasDem, menilai bahwa kuat-lemah iman politik seorang legislator bergantung pada kapasitasnya memahami tupoksi dan memegang teguh konstitusi. Jhonny mengingatkan semua anggota dewan―terutama newcomer politician―untuk membaca dan menguasai UU MD3. Sebab semua hal yang berkaitan dengan kerja politik legislatif diatur dalam undang-undang tersebut. Tanpa membaca dan menguasai UU MD3, sulit bagi anggota dewan untuk menjalankan tugas, fungsi dan kewenangan dengan baik.

Satu godaan utama, menurut kader NasDem Siti Nurbaya, yang kini menjabat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang harus diwaspadai oleh anggota dewan adalah abuse of power. 

Fenomena penyalahgunaan kekuasaan paling sering terjadi dalam tradisi politik Indonesia. Orang gampang sekali menyalahgunakan kewenangan setelah mendapatkan kekuasaan. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang terus terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa pragmatisme politik di Indonesia masih cukup kuat. 

Idealisme politik seorang anggota dewan yang sejatinya menjadi wakil rakyat cenderung tersandera dengan dorongan pragmatis untuk memperkaya diri/golongan. Hal ini perlu diantisipasi oleh kader-kader NasDem. 

Siti Nurbaya berpesan kepada  seluruh legislator NasDem untuk selalu memikirkan nasib rakyat. Mengabaikan kepentingan masyarakat sama artinya mencederai kekuasaan yang sudah dititipkan oleh masyarakat. Kekuasaan itu milik rakyat dan legislator hanya orang kepercayaan, yang kepada mereka dititipkan kekuasaan untuk bekerja demi kesejahteraan rakyat itu sendiri.

Perempuan Unjuk Kebolehan

Politik representasi perempuan menjadi salah satu tema menarik dalam diskursus politik Indonesia. Isu keterwakilan perempuan muncul dan menguat di Indonesia pasca-reformasi. Isu ini gencar dipropagandakan oleh kelompok feminis sebagai protes terhadap budaya patrimonial yang cenderung represif dan diskriminatif. 

Reformasi memberi porsi ruang yang seimbang kepada perempuan. Hal ini terbukti ketika perempuan diberi kesempatan dan mendapat kepercayaan publik untuk menjadi pimpinan lembaga dan sebagainya.

Pileg 2019 menempatkan NasDem sebagai satu-satunya partai yang memiliki perempuan legislator lebih dari 30%. Ini merupakan capaian signifikan jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. 

Hasil ini membuktikan bahwa NasDem terbuka kepada semua kalangan dan memberikan ruang kepada perempuan untuk terlibat dalam politik. 

Cerita sukses kader NasDem Irma Chaniago di legislatif menjadi salah satu political magic yang menginspirasi perempuan Indonesia untuk berani mengambil peran di dunia politik. Beberapa perempuan legislator bahkan secara jujur mengungkapkan bahwa karena pengaruh Irma maka mereka berani maju dan bertarung di Pileg 2019. 

Irma―bagi mereka, seperti Kartini yang telah menarik mereka keluar dari belenggu ketakutan akan dunia politik dan masuk dalam satu dunia baru yang menyenangkan. Karena itu Irma berpesan kepada semua perempuan legislator untuk tidak takut dalam mengemban tugas politik di parlemen.

Perempuan legislator NasDem dituntut untuk tampil beda di parlemen. Mereka harus berani memperlihatkan kemampuan politik baik dalam bentuk public speaking maupun lobbying. Legislator tidak boleh duduk diam selama persidangan berlangsung. Mereka harus pro-aktif dalam setiap diskusi maupun debat. 

Menyuarakan kepentingan masyarakat di forum parlemen yang terhormat adalah suatu keharusan yang hakiki. Mereka pun harus tegas menyanggah apa pun opini yang menurut mereka mencederai kepentingan masyarakat dan bertentangan dengan visi restorasi partai. 

Melalui parlemen, perempuan perlu unjuk kemampuan kepada publik bahwa mereka bukan masyarakat kelas dua yang tugasnya hanya melayani kaum lelaki. Mereka punya kedudukan politik yang sama dan punya kewenangan (sebagai anggota dewan) untuk memproduksi kebijakan. (*)

Agustinus Moruk Taek;  Fasilitator ABN

Add Comment