Komisi IX Bentuk Panja Peredaran Vaksin Palsu
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (22 Juli): Komisi IX DPR RI sepakat akan membentuk panitia kerja (Panja) peredaran obat dan vaksin palsu.
“Kami menilai selama ini sangat marak terjadi peredaran obat palsu dengan penggunaan bahan kimia pada obat, makanan, tapi selain itu komisi IX juga akan membentuk tim pengawas obat dan vaksin palsu yang terdiri Komisi IX, Komisi VI, Komisi III tersendiri. Jadi kami tidak hanya meminta membentuk satuan tugas pengawas yang terdiri Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Polri,” kata anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago di Jakarta, Kamis (21/7).
Legislator Fraksi NasDem itu juga mengatakan, panja tersebut akan lebih fokus dalam membuat regulasi untuk BPOM, karena selama ini BPOM belum memiliki regulasi yang jelas dan belum ada UU, sehingga sampai hari ini untuk melakukan penyitaan dan penggeledahan tidak bisa.
Tapi harus dilakukan oleh Bareskrim. Namun hal itu merupakan kendala besar, karena tidak bisa melakukan penyitaan dan pengeledahan ketika ada pemalsuan dilaporkan ke BPOM. Untuk melakukan eksekusi harus meminta bantuan pada Bareskrim, sehingga keburu pelakunya telah melarikan diri.
Kalaupun sempat ditangkap, menurutnya hukumnya sangat ringan, sehingga tidak berefek jera. Kadang dendanya hanya Rp 150 ribu hingga Rp 1 juta.
Bagaimana tidak marak terjadi pemalsuan obat, makanan, dan vaksin, karena memang regulasinya sangat lemah. Sehingga Komisi IX juga meminta Menteri Kesehatan untuk mencabut Permenkes Nomor 35 dan 58, harus dikembalikan fungsinya agar pertanggungjawabannya jelas.
Saat ini BPOM dan farmasi semua berada di bawah Kemenkes, mengeluarkan dan juga melakukan penyelidikan. Jadi selain menjadi regulator, juga menjadi operator. Akibatnya saat ini orang tidak percaya hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Kemenkes.
DPR, kata Irma, juga telah meminta presiden untuk mengeluarkan peraturan presiden, sehingga BPOM benar-benar memiliki gigi. Tidak seperti saat ini tidak bisa berbuat apa-apa, meski sudah terbukti ada yang mengedarkan obat palsu.
Sedangkan untuk RUU BPOM akan dikerjakan oleh Komisi IX DPR telah masuk dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2016. Nantinya dengan UU tersebut, BPOM dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan, sedangkan segi hukum tetap dilakukan oleh Polri.
Karena itu Komisi IX harus mendukungnya, mengingat masalah obat dan makanan menjadi hal yang sangat vital bagi masyarakat. Kualitas dan keamanannya harus terjamin. Kalau hal itu tidak dibenahi, maka masalah promotif dan preventif dari Kementerian Kesehatan tidak akan jalan secara maksimal.
“Kalau itu tidak berjalan, maka biaya berobatnya di BPJS akan besar, sehingga program BPJS juga tidak bisa maksimal,” kata Irma. (*)