Politik Dinasti tidak Boleh Terjadi di Polman
POLEWALI (15 Mei): Kader muda NasDem di Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat (Sulbar), Awaluddin berinisiatif mengumpulkan politisi muda di Mandar, guna membahas persiapan Pilkada Polman 2024.
"Kegiatan ini sudah kami agendakan yang kedua kalinya untuk membahas dan membangun komunikasi mengenai kesiapan para tokoh politik muda Polman untuk mengambil ruang politik pada tahun 2024," ujar Awaluddin dalam pertemuan di Warkop Rakyat Wonomulyo, Polman, Sulbar, Jumat (14/5).
Hadir pada pertemuan tersebut, Ajbar (senator), Abdul Halim (Wakil Ketua II DPRD Sulbar), Abdul Rahim (Wakil Ketua III DPRD Sulbar dari Fraksi NasDem), Fariduddin Wahid (anggota DPRD Polman), Jufri Mahmud (Ketua DPRD Polman), Syamsuddin (politisi PDIP Sulbar), Ichsan Sahabuddin (pengamat politik), Awaluddin (Politisi NasDem), Jabal Nur Muhammad (aktivis), Gazali Lopa (aktivis) serta penggiat politik di Polman.
Awaludin menyebutkan, pemantik kegiatan itu ialah pemerintah Kabupaten Polman yang 20 tahun terakhir dikuasai dinasti kekuasaan tertentu.
“Diskusi ini sudah berjalan secara intens baik dari DPRD kabupaten, provinsi, dan senator DPD RI," ujar Awaluddin.
Demi perubahan di Polman, lanjut Awaluddin, pertemuan itu akan terus dilakukan dengan mengajak tokoh-tokoh dan pemuda lainnya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulbar dari Fraksi NasDem, Abdul Rahim, menyatakan, ada problem di pemerintahan Polman selama ini. Tentu ini sudah cukup merepresentasi apa yang sebenarnya terjadi hari ini.
“Kalau tidak mau dikatakan gagal, sudah saatnya untuk diganti. Kita harus melihat dan mencermati sejumlah indikator kemajuan pembangunan daerah kita ini, nyaris memprihatinkan semua,” tegasnya.
Lebih lanjut Legislator NasDem Sulbar dua periode itu mengatakan, akan sangat berbahaya bagi kelangsungan masa depan generasi, daerah dan demokrasi yang susah payah dibangun kalau terus membiarkan hegemoni kekuasaan berada di tangan satu klan.
“Ke depannya Polman ini tidak terjadi lagi dinasti. Rakyat harus sadar jangan lagi ada kekuasaan turun temurun dengan prestasi nihil,” ungkapnya.
Pertemuan silaturrahmi itu melahirkan kesepakatan bersama dengan menyatukan semangat dan konsolidasi elemen properubahan dengan pendekatan ide, gagasan, nilai-nilai kultural dalam frame edukasi politik agar dinasti kekuasaan itu hilang.
“Pameo mengatakan power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely (kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak korup secara mutlak) itu tampaknya tepat untuk menggambarkan betapa berbahayanya penumpukan kekuasaan pada satu kekuatan alias dinasti. Artinya potensi abuse of power menjadi varian yang sangat mungkin terjadi ketika kekuasaan turun temurun karena sudah sulit didekati apalagi disentuh,” tutupnya. (RO/HH/*)