Kampus Harus Jadi Role Model Peradaban

JAKARTA (9 November): Panitia Kerja (Panja) DPR RI mengenai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) tengah memfinalisasi draf RUU TPKS yang ditargetkan disahkan akhir November 2021, setelah melakukan lebih dari 100 rapat dengar pendapat umum dan audiensi dengan berbagai pihak.

Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya mengemukakan itu dalam Forum Legislasi bertajuk Permendikbudristek 30/2021 Picu Kontroversi, RUU TPKS Jadi Solusi? yang digelar di Ruang Media Center DPR RI, Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (9/11).

Menurut Legislator NasDem itu, RUU TPKS lebih membela korban dari pada pelaku kekerasan seksual.

“Karena seberat apapun pelaku dihukum, itu tidak berdampak apa-apa pada korban. Mau disanksi satu miliar, dipenjara berapa tahunpun, memangnya si korban bisa pulih baik secara psikis, secara mental, secara sosial, secara ekonomi dan lain sebagainya?,” tanya Willy.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) itu menambahkan, karena fokus RUU TPKS adalah perlindungan pada korban, maka ada bab khusus tentang korban, keluarga korban dan saksi. Lebih fokus lagi selain perempuan adalah anak dan kaum disabilitas.

“Ini ruang-ruang kosong yang diisi di dalam RUU TPKS ini, karena bagaimana caranya memuliakan perempuan dan melindungi anak dan kaum disabilitas,” tukas Willy.

Ketua DPP Partai NasDem itu juga mengatakan, membicarakan seksualitas di ruang publik itu suatu hal yang tabu dan saru. Hal itu merupakan kendala sosiologis dan kultural yang faktual ada di dalam masyarakat.

“Kita ingin memanusiakan manusia, kita ingin peradaban kita benar-benar mulia. Maka peraturan perundang-undangan ini harus ada,” katanya.

Terkait Permendikbudristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Willy mengakui saat ini yang paling konsern dan paling cepat merespon terkait kekerasan seksual adalah kampus. Di kampus, kata Willy, rata-rata memiliki unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang konsern terhadap advokasi isu kekerasan seksual. Oleh karena itu, Willy mengaku tidak heran dengan dikeluarkannya Permendikbudristek 30/2021.

“Kekerasan seksual itu tidak mengenal ruang dan waktu. Seolah-olah di keluarga aman, ternyata tidak. Seolah-olah di sekolah menjadi tempat beribadat dan beradab, tapi ternyata kebiadaban itu terjadi di ruang sekolah,” ungkap Legislator NasDem itu.

Permendikbudristek 30/2021 tersebut, kata Willy, memiliki spirit yang bagus. Dia menyambut baik hadirnya Permendikbudristek 30/2021 tersebut. Kampus yang seharusnya menjadi role model peradaban, jangan kemudian malah menjadi binal-banal (kasar) dan brutal. Kampus jangan terjebak pada realita seperti itu.

“Tentu kita harus apresiasi ini. Namun namanya permen jangan melewati dan melebihi undang-undang. Spirit boleh ke bulan tapi kaki harus tetap menginjak di bumi,” tegas Willy.

(*)

Add Comment