Kemendikbud-Ristek Perlu Tata Rekrutmen Guru PPPK

JAKARTA (20 Januari): Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menata mekanisme rekrutmen guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Terkait PPPK, saya mendengar Aliansi Penyelenggara Pendidikan bahwa realita di lapangan, guru honorer yang benar-benar honorer kalah saing dengan guru tetap yayasan yang bersertifikat. Juga adanya migrasi guru PPPK yang lolos dari sekolah swasta, sehingga menyebabkan kekosongan di sekolah tersebut. Akibatnya aktivitas belajar mengajar jadi terganggu,” ujar Ratih saat Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbud-Ristek, Nadiem Anwar Makarim beserta jajarannya, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1).

Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi X DPR RI itu juga meminta agar afirmasi guru honorer menjadi guru PPPK tidak hanya menimbang masalah umur, namun juga memperhitungkan lamanya pengabdian seorang guru.

Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat itu optimistis terhadap inovasi yang dikembangkan Mendikbud-Ristek lewat program Merdeka Belajar. Namun ia juga menekankan perlunya Merdeka Mengajar bagi para guru.

“Fraksi NasDem optimistis terhadap inovasi dunia pendidikan kita, tapi harus tetap menjaga keseimbangannya. Saya yakin kita mampu meraih visi dari Merdeka Belajar yang selama ini digaungkan mas Menteri dan jajaran. Dengan catatan jika kita tetap bisa mengupayakan agar tetap tercipta ‘Merdeka untuk Mengajar’ nya itu sendiri,” tandasnya.

Terkait Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% yang sempat diselenggarakaan, Ratih menilai masih perlu dievaluasi. Terutama memperhatikan peserta didik anak berkebutuhan khusus/disabilitas yang tidak bisa divaksin Covid-19.

“Banyak orang tua yang mengeluhkan anaknya yang penyandang disabilitias dan tidak bisa mendapatkan vaksin karena memang memiliki penyakit bawaan, namun tetap diwajibkan untuk masuk sekolah. Untuk anak penyandang disabilitas yang tidak bisa divaksin tolong diberikan pengecualian, ada kebijakan khusus, karena mereka tidak terlalu terekspose dalam PTM 100 persen kemarin,” tandasnya.

Legislator NasDem itu juga menyoroti dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mempunyai ketentuan minimal sekolah memiliki 60 siswa. Menurutnya, hal itu cukup memberatkan dan tidak berpihak kepada sekolah di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal) yang jumlah muridnya kurang dari 60.

“Menurut kami perlu dikaji lagi dasarnya dari peraturan itu. Karena sebenarnya mengingat banyak sekolah, khususnya di daerah 3T yang jumlah muridnya di bawah 60 orang. Mereka itu sebenarnya dan seharusnya yang benar-benar membutuhkan dana BOS itu,” pungkas Ratih.

(RO/Imam/Dis/*)

Add Comment