NasDem Imbau Hentikan Polemik JHT
JAKARTA (14 Februari): Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani mengimbau masyarakat untuk menghentikan polemik soal peraturan baru program Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan 100% pada usia 56 tahun. Irma menilai isu peningkatan nilai pesangon justru lebih penting.
“Kalau sekadar jaminan hari tua, misalnya dia kerja 5 tahun atau 3 tahun, uangnya itu nggak banyak loh. Saya lihat kalau misalnya mereka cuma kerja 5 tahun, mereka cuma dapat paling sekitar Rp2,5-3 juta,” kata Irma dalam keterangannya, Senin (14/2).
Dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor 2 Tahun 2022 disebutkan, JHT baru bisa dicairkan 100% pada usia 56 tahun. Menurut Irma, filosofi pembuatan Permenaker tersebut adalah untuk memastikan pekerja memiliki tabungan sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua.
“Kita harus membudayakan buruh-buruh kita itu untuk bisa nabung. Apalagi kan Menaker sudah mengeluarkan program yang namanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurut saya, itu kan bisa menggantikan JHT yang baru bisa diambil pada usia 56 tahun itu,” kata Irma.
Legislator NasDem itu menganggap soal peningkatan nilai pesangon justru lebih penting dibahas. Komisi IX DPR harus bisa mendorong agar Kemenaker memastikan setiap perusahaan sudah mendaftarkan para pekerjanya pada program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Yang harus dikedepankan oleh anggota Komisi IX DPR adalah, misalnya menambah nilai pesangon. Pesangon nilainya ditingkatkan, masa kerjanya nilainya dihitung, tunjangan-tunjangan yang lainnya ditingkatkan. Itu lebih penting,” tegasnya.
Legislator NasDem dari Dapil Sumatra Selatan II (Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Muaraenim, Lahat, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Ilir, Empat Lawang, Kota Pagar Alam, Kota Prabumulih, dan Penukal Abab Lematang Ilir) itu juga meminta Menaker, Ida Fauziyah mengawasi para pengawas ketenagakerjaan. Menaker diminta bersikap tegas jika ada pengawas ketenagakerjaan yang ‘bermain’.
“Makanya, saya minta Menaker itu sidak yang namanya pegawai pengawas ketenagakerjaannya. Jangan sampai teman-teman buruh kita ini tidak terdaftar di semua program. Misalnya di perusahaan dia punya seribu pekerja, yang didaftarkan (program JKP-JHT) cuma 500, yang 500 nggak didaftarin, kongkalikonglah dengan pengawas ketenagakerjaan. Menurut saya, kalau pengawas ketenagakerjaan yang ketahuan begitu, pecat,” imbuhnya.
Soal Jaminan Hari Tua, Irma menjelaskan JHT buruh tersebut diinvestasikan. Investasi tersebut, akan menambah nilai JHT yang nantinya tetap bisa dinikmati para buruh.
“Secara ekonomis, uang buruh di JHT diinvestasikan dengan imbal hasil lebih tinggi dari imbal hasil deposito biasa Jangan takut hilang, karena sesuai UU BPJS, uang buruh dijamin APBN. Kalau uang itu dia investasikan sampai 56 tahun, itu dari Rp3 juta bisa sampai Rp10 juta nanti, pada saat dia pensiun, karena kan diinvestasikan. Gitu loh cara berpikirnya,” kata dia.
Satu hal juga diingatkan Irma bahwa aturan pencairan JHT tidak kaku. Dia memastikan JHT tetap bisa diambil sebagian meski si pekerja belum berusia 56 tahun.
“Sebenarnya JHT tidak kaku hanya bisa diambil di usia 56 tahun. Mengacu pada Pasal 37 UU SJSN juncto PP 46/2015, JHT bisa dicairkan sebagian bila sudah minimal menjadi peserta 10 tahun, dan yaitu 10 persen atau 30 persen,” pungkasnya.
(Dis/*)