Fraksi NasDem DPR Minta Pimpinan Dewan Segera Tindak Lanjuti RUU TPKS

JAKARTA (15 Maret): Anggota Fraksi Partai NasDem DPR RI, Hillary Brigitta Lasut meminta Pimpinan DPR segera menindaklanjuti Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Surpres RUU TPKS sudah diterima Pimpinan DPR awal Februari 2022, namun belum ada tindak lanjut terkait pembahasan RUU tersebut.

“Sejak tanggal 11 Februari, (Pimpinan DPR) sudah menerima Surat Presiden terkait RUU TPKS, tapi kemudian masih belum ada tindak lanjut. Kami berharap ada paripurna yang akan menentukan, kira-kira AKD (Alat Kelengkapan Dewan) apa yang akan membahas (RUU TPKS),” ujar Hillary dalam Rapat Paripurna DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3).

Ia berharap, Ketua DPR Puan Maharani bisa memperjuangkan keadilan dalam perlindungan kepada korban tindak pidana kekerasan seksual lewat pengesahan RUU TPKS.

“Kita sudah janjikan kepada masyarakat bahwa negara akan memberikan jaminan. Kami perempuan Indonesia berharap banyak kepada Ibu Puan Maharani yang duduk di jabatan paling strategis di Indonesia, yang mewakili kaum perempuan untuk memimpin langkah kami memperjuangkan keadilan negara dalam perlindungan kepada korban kekerasan seksual,” tegas Hillary.

Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Utara itu juga menyinggung tentang BPJS Kesehatan yang tidak menanggung pengobatan dan pemulihan korban kekerasan seksual. Menurutnya, hal tersebut harus menjadi perhatian. Korban kekerasan seksual harus mendapat perlindungan penuh dari negara.

“Sekarang semua pakai BPJS. Untuk surat jual beli rumah, SIM dan lain sebagainya, tetapi ketika masyarakat di dalam situasi menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual, ternyata (BPJS) tidak menanggung biaya pengobatan dan pemulihan korban,” tambahnya.

Selain perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, Hillary juga menyoroti beberapa RUU yang kini tengah diperjuangkan Fraksi NasDem. Di antaranya RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), serta  RUU Pendidikan Kedokteran (Dikdok). Pembahasan beberapa RUU itu penting untuk dilanjutkan karena masyarakat sudah sangat menantikannya.

“Masyarakat hukum adat di Indonesia masih banyak. Mayoritas pendekatan di desa-desa dalam setiap sengketa dan permasalahan diambil pendekatan hukum adat. Tetapi belum ada di Indonesia yang menyatakan diri sebagai negara yang menghormati itu kemudian memberikan payung hukum yang jelas terhadap masyarakat hukum adat,” tukasnya.

(Dis/*)

Add Comment