NasDem Minta Penyaluran Minyak Goreng Curah Tepat Sasaran
JAKARTA (19 Maret): Pemerintah terus berupaya menangani permasalahan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Selain kebutuhan dalam negeri, banyak negara juga membutuhkan pasokan minyak goreng dari Indonesia.
Hal tersebut dikemukakan anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudi Hartono Bangun saat rapat kerja dengan Menteri Perdagangan, M Lutfi di Senayan, Jakarta, Kamis (17/3).
“Kita memang harus realistis, karena minyak goreng juga dibutuhkan masyarakat dunia. Jadi bukan hanya Indonesia yang membutuhkan tetapi permintaan masyarakat dunia juga ke Indonesia,” ungkap Rudi Hartono Bangun dalam keterangannya, Jumat (18/3).
Legislator NasDem itu juga mengatakan, tingginya permintaan minyak goreng Indonesia diperparah dampak perang Rusia dengan Ukraina. Dua negara tersebut selama ini memproduksi minyak dari bunga matahari. Namun saat ini tidak bisa melakukan ekspor karena konflik yang masih terus berlangsung.
Situasi ketidakpastian global secara langsung menyebabkan harga pasokan energi dan pangan naik dan langka, termasuk ketersediaan minyak kelapa sawit mentah untuk minyak goreng.
Karena tingginya permintaan minyak goreng dalam negeri, lanjut Rudi, kebijakan yang diambil Kemendag menjadi kurang efektif karena adanya tekanan pasar. Apabila tidak memenuhi permintaan pasar juga ada dampak tersendiri bagi berbagai komoditas ekspor dari Indonesia keluar.
“Jadi kalau misalnya Mendag disalahkan terkait minyak goreng ini ya terima saja,” tegas Legislator NasDem dari Dapil Sumatera Utara III (Langkat, Karo, Simalungun, Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Batubara, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai, dan Kota Binjai) itu.
Rudi juga mengkritisi kebijakan Mendag M Lutfi yang mencabut atau menghentikan kebijakan wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan turunannya.
Kebijakan itu diketahui sebagai tindaklanjut dari keputusan pemerintah yang melepaskan harga minyak goreng ke pasar. Dalam salah satu ketentuannya, disebutkan bahwa pengajuan izin ekspor kini tidak lagi harus meminta izin dari Kemendag.
“Soal subsidi untuk minyak goreng, hitung-hitungannya harus jelas. Disampaikan ke publik, disosialisasikan agar nantinya subsidi ke masyarakat bisa tepat sasaran. Kami ingatkan Kementerian Perdagangan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) jangan asal-asalan dalam menerapkan kebijakan ini,” tegas Rudi.
BPDPKS diketahui menyiapkan alokasi dana Rp7,28 triliun untuk subsidi minyak goreng curah guna mendukung Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 11 Tahun 2022. BPDPKS dalam hal ini diminta menyiapkan dana subsidi harga minyak curah dari Rp11.500 menjadi Rp14.000 per liter.
Dengan perhitungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, selisih harga keekonomian minyak goreng sawit curah dengan acuan tertingginya ialah sekitar Rp6.398/liter. total alokasi dana yang dibutuhkan senilai Rp7,28 triliun.
“Minyak goreng curah ini siapa yang akan menikmatinya? Bisa jamin tidak BPDPKS bahwa subsidi minyak goreng curah akan tepat sasaran. Khawatirnya nanti ada oknum yang menyimpan barangnya di gudang kemudian diganti dengan kemasan, lalu dijual untuk aksi ambil untung,” tutur Rudi.
Untuk mengantisipasi adanya penyelewenangan, Rudi mendorong Kemendag berkoordinasi dengan Kementerian Sosial terkait pelaksanaan subsidi minyak goreng curah. Sebab di Kemensos selama ini penyaluran berbagai bantuan/subsidi sudah berjalan by data.
“Subsidi sebaiknya diberikan secara tunai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, masyarakat dari golongan kurang mampu sesuai data yang ada di Kementerian Sosial,” pungkas Rudi.
(RO/*)