Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Diakomodasi RUU TPKS
JAKARTA (30 Maret): DPR meminta agar kekerasan seksual berbasis elektronik menjadi salah satu bentuk pidana yang diatur dalam RUU TPKS. Usulan tersebut disepakati pemerintah.
“DPR minta tentang kekerasan seksual berbasis elektronik, dan itu diakomodasi,” ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya saat memimpin Rapat Panja Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/3).
Meski demikian, kata Willy, Panja belum menentukan pasal-pasal kekerasan seksual berbasis elektronik dalam RUU TPKS. Penyusunan norma diserahkan kepada fraksi masing-masing.
“Daripada terjadi perdebatan yang sifatnya redaksional, saya tidak mau. Saya minta masing-masing fraksi memberikan usulan,” ungkap Legislator NasDem tersebut.
Willy menambahkan, sebagai pengusul, penyerahan penyusunan norma kepada masing-masing fraksi dilakukan untuk menghindari perdebatan panjang. Ia tidak ingin masalah redaksional akan menghambat pembahasan.
Ditegaskan Willy, RUU TPKS yang diusulkan kembali oleh Fraksi NasDem ini mendapatkan dukungan penuh dari ke 59 anggotanya.
Sebagaimana diketahui DIM RUU TPKS dari pemerintah berjumlah 588, terdiri dari 167 pasal tetap (ganti DIM), 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Keseluruhan DIM terangkum dalam 12 BAB dan 81 pasal.
Dalam draf RUU TPKS dari DPR memuat lima jenis kekerasan, yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Adapun pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual dan perkawinan paksa.(RO/*)