RUU TPKS Selesai Dibahas, Baleg Sepakat Bawa ke Paripurna
JAKARTA (6 April): Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah sepakat RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dilanjutkan ke Pembicaraan Tingkat II melalui Rapat Paripurna DPR RI untuk diputuskan menjadi UU.
Kesepakatan diambil saat Rapat Pleno Baleg DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4). Rapat dihadiri pimpinan dan anggota Baleg, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, dan perwakilan Kementerian Sosial.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya saat membacakan laporan Panja RUU TPKS mengatakan, rapat panja berlangsung konstruktif sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan kesepakatan rumusan norma yang diharapkan mampu menjadi solusi menghadapi kasus-kasus kekerasan seksual pada masa yang akan datang.
Legislator NasDem yang juga Wakil Ketua Baleg itu menguraikan, sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang disepakati. Yakni, pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual;eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, dalam RUU TPKS juga dinyatakan tentang beberapa tindak pidana lain sebagai tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, restitusi ditempatkan sebagai pidana pokok, dana bantuan kepada korban, dan lain sebagainya.
“Tidak hanya bersejarah, hari ini adalah peletakan batu dari tingkat peradaban kita. Karena ikhtiar kita memperjuangkan UU ini adalah seberapa beradabnya manusia Indonesia dalam menghargai perempuan dan anaknya,” ujar Willy.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan Sampang) itu menegaskan bahwa RUU TPKS merupakan hak inisiatif Baleg DPR RI. Menurutnya, dinamika dalam pembahasan RUU TPKS merupakan sebuah keniscayaan.
“Tetapi perjuangan menjadi suatu keharusan dalam setiap sejarah,” tambahnya.
Selama menjadi Ketua Panja RUU TPKS, mulai dari penyusunan hingga kini sudah disepakati di Tingkat I, ia menegaskan selalu mengedepankan dialog dalam setiap pengambilan keputusan.
“Di awal saya jadi Ketua Panja penyusunan, satu prinsip yang saya kedepankan adalah dialog. Saya yakin, Republik ini merdeka modal utamanya adalah dialog. Nah, mengapa untuk kemaslahatan perempuan dan anak Indonesia, kita tidak membangun dialog,” tegasnya.
Willy yakin RUU TPKS akan menjadi role model sebuah UU yang diperjuangkan, antara DPR, pemerinah, hingga partisipasi masyarakat sipil.
“Semoga ini ke depan bisa menjadi cerminan ketika ada sebuah UU propublik diperjuangkan, itu bisa dipercepat. Yang kita ikhtiarkan ini semoga menjadi transformasi peradaban kita untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.
(*)