Menyelami Pemikiran Al-Mawardi Seputar Agraria

JAKARTA (7 April) : Problem Pertanahan dan Kebijakan Feodalisme menjadi topik bahasan pada Bahtsul Kutub Daras Kitab Al-Ahkamu Sulthaniyah Karya Al-Mawardi yang diselenggarakan oleh Panglima Itam Library of NasDem, Kamis (7/4). Kapus Litbang Kemenag RI, Prof. Dr. Arskal Salim didaulat menjadi narasumber utama pada ngaji kitab kuning sesi ini.

Dalam diskusi yang dimoderatori Hodari Mahdan Abdallah dari ABN NasDem itu dihadiri Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik DPP NasDem sekaligus Tim Perpustakaan Panglima Itam, Ahmad Baidhowi AR sebagai pengantar dan penutup.

Hadir pula, jajaran pengurus DPP NasDem seperti Dr. Muchtar Luthfi A. Mutty dan A. Effendy Choirie alias Gus Choi dan Ketua DPW NasDem Aceh Teuku Taufiqulhadi serta para peserta ngaji kitab kuning lainnya.

Pada pertemuan kali ini moderator memetakan pemikiran Al-Mawardi menjadi tiga bahasan utama yakni pada bidang pertanahan, air, dan pertambangan.

Melalui konsep iqtha’ yang digagas oleh Al-Mawardi di era Dinasti Abbasiyah disampaikan bahwa pemberian tanah kepada masyarakat oleh kepala Negara, tetapi tanah yang bisa diberikan itu adalah tanah yang menjadi wewenangnya yaitu tanah yang tak bertuan dan tanah yang terlantar atau tidak ada yang mengelola.

Di awal pemaparannya Prof. Dr. Arskal Salim yang matang menimba ilmu di The University of Melbourne itu mengaku takjub melihat perpustakaan megah milik NasDem yang ada di NasDem Tower. Menurut dia baru kali ini menemukan perpustakaan semegah milik NasDem.

“Saya surprise bahwa ada partai politik yang mau mengkaji di saat politik transaksional seperti ini masih ada yang mau idealis dan ini sangat relevan karena kita di kampus terus mengkaji ini,” kata Prof. Dr. Arskal Salim.

Prof. Arskal melihat semangat yang dilakukan NasDem melalui kegiatan rutin kajian kitab kuning selama bulan Ramadan kali ini adalah untuk mendekatkan idelita dengan realita.

“Saya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan NasDem dan saya senang nanti akan ada follow up jadi tidak sekadar sharing dan analisis di sini tapi nanti juga ada tuisan untuk memberikan refleksi,” sambung dia.

Terkait dengan pertanahan menurut Prof. Arskal, Al-Mawardi membagi karakteristik tanah atau wilayah ke dalam urban dan rural atau pedalaman yang ditandai dengan adanya pertanian dan perkebunan. Karena itu memiliki tanah menjadi modal utama sejak dulu sampai sekarang apalagi tanah itu subur.

“Wilayah pertanian ini yang menjadi pilar dari kekuatan karena bagaimanapun makanan yang menjadi makanan pokok sehari-hari ditunjang dengan adanya pertanian dan saat itu masyarakat masih agraris belum industri,” sambung dia.

Menurut Prof. Arskal diantara topik yang sangat krusial dalam pertanahan itu adalah pecahan atau potongan seperti ketika Islam melakukan ekspansi ke beberapa wilayah dan menemukan banyak tanah. Menurut dia tanah menjadi sumber pemasukan utama bagi Baitul Mall sehingga bisa mendanai operasional tentara atau pegawai.

“Awalnya pada masa Rasul dan khulafaur rasyidin tanah ini dibagikan tetapi tidak jadi milik pribadi tetap milik negara dan pengelolanya harus membayar pajak,” kata dia.

Menurut Al-Mawardi pemerintah harus mampu dan berkewajiban untuk menjaga sustainability pangan sehingga tidak ada masyarakat yang kekurangan pangan dan kelaparan.

Pemerintah juga harus mengawal agar tidak terjadi monopoli dari para pemilik modal atau orang-orang kaya dalam pengelolaan air misalnya yang memang sangat dibutuhkan untuk mendukung pertanian.

Pasalnya apabila terjadi monopoli air oleh pemilik modal maka dapat ditentukan kemana airnya mengalir dan dikhawatirkan para pengelola lahan pertanian lainnya akan kesulitan air dan berakibat tidak dapat menghasilkan produk pertanian hingga tanahnya dijual begitu saja.

Prof. Arskal melihat semua persoalan yang dihadapi hari ini, bahwa sesungguhnya negara itu punya kewenangan atas tanah. Namun menurut dia diperlukan payung hukum yang terang dan tidak tumpang tindih dalam mengatur upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan agraria di Indonesia.

“Kita ini sebagai negara hukum maka kita gunakan alat perangkat hukum itu untuk menegakan aturan yang dikehendaki dan diinginkan oleh negara pancasila,” kata dia.

Masih kata Prof. Dr. Arskal dirinya pun kembali bersemangat bahwa ada peningkatan peran dari pemerintah dan partai politik demi menjaga kepentingan rakyat dalam rangka melindungi dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

“Saya jadi kembali bersemangat kalau partai harus bisa membawa kedaulatan rakyat. Membawa suara rakyat agar dalam hal pertanahan bisa tersalurkan aspirasinya,” ungkap dia.

Dalam penutupnya Ahmad Baidhowi mengatakan bahwa membahas pertanahan ini ibarat melihat diri manusia karena kita diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah.

Menurut dia memang ada keterkaitan dengan topik pertama bahwa pemimpin harus adil itu karena adil diantaranya dalam meilhat aspek kepemilikan tanah agraria ini guna mensejahterakan masyarakat.

“Dan ini menjadi konsen dari pemerintah yang menjadi kepanjangan tangan agar kesejahteraan itu dapat terdistribusi dengan baik. Mudah-mudahan ini dapat mamacu cara pikir kita bukan hanya politikus tapi ada mahasiswa, birokrat di sini,” pungkas dia.

(WH)

Add Comment