Membedah Lebih Dalam Pemikiran Al Mawardi Bersama Luthfi Assyaukanie

JAKARTA (12 April) : Kegiatan ngaji kitab kuning bersama NasDem mendapat apresiasi dari Dosen Universitas Paramadina, Luthfi Assyaukanie, Ph.D yang hadir sebagai narasumber utama dalam sesi keempat daras kitab Al-Ahkamu Sulthaniyah Karya Al-Mawardi.

“Ini kegiatan yang bagus sekali bedah buku di perpustakaan dan perpustakaannya juga luar biasa bagusnya. Dengan kegiatan bedah buku berdiskusi tentang buku itu saya kira patut dilanjutkan dan terus dirawat, kata Luthfi di Perpustakaan Panglima Itam NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (11/4).

Luthfi menilai kegiatan literasi sangat penting dilakukan apalagi kata dia NasDem memiliki perpustakaan yang sangat megah. Untuk itu dia pun berharap semangat NasDem dalam menggelar kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut dan berlangsung secara rutin.

“Mungkin bisa diskusi mingguan bulanan di luar bulan Ramadan ini. Diskusi buku adalah bagian penting dari kegiatan di perpustakaan ini,” sambung alumni The University Of Melbourne itu.

Kegiatan ngaji kitab kuning bertajuk Ramadan Bersama NasDem itu telah memasuki sesi keempat yang mengupas Agama, Politik dan Kebebasan Berpendapat dari kitab Al-Ahkamu Sulthaniyah Karya Al-Mawardi.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik DPP NasDem dan Tim Perpustakaan Panglima Itam Library of NasDem itu sebelum masuk kepada inti pembahasan utama, Luthfi lebih dulu menjabarkan konteks sejarah yang sangat penting saat Al-Mawardi hidup dan menuliskan karyanya.

Menurut Luthfi, Era Dinasti Abbasiyah merupakan era kegemilangan peradaban Islam. Namun disebutkan Luthfi bahwa Al-Mawardi hidup di masa-masa awal keruntuhan Daulah Abbasiyah sehingga kitab Al-Ahkam dijait Al-Mawardi sebagai suatu perangkat untuk menjadi pegangan pemerintah dalam menjaga ketertiban jalannya pemerintahan.

Lutfi melanjutkan karya Al Mawardi ini berisi teori atau penjelasan politik dan pemerintahan yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh penulis lainnya seperti Al Farabi yang begitu idealis dan teoritis.

“Sementara buku Al Mawardi itu sangat praktis. Dia seperti manifesto atau guideline yang selalu mengingatkan pemimpin itu seperti apa, syaratnya apa dan siapa yang berhak,” sambung dia.

Al-Mawardi menurut Lutfhi berusaha ingin menampilkan keberagaman namun di tengah keberagaman itu jangan sampai ada kelompok yang dibiarkan nantinya melakukan pemberontakan menjadikan negara sendiri.

Kitab Al-Ahkam lanjut Lutfhi menjadi sebuah karya yang bersifat untuk memberikan pembelaan kepada kekuasaan yang hampir runtuh. Hal itu kata dia berbeda dengan karya-karya penulis lain seperti Al-Farabi, Ibnu Sina dan lainnya.

“Kalau kita lihat isi buku dan uraian-uraian Al Ahkam bisa meguatkan lembaga negara itu kokoh dan pemerintahan tidak dirongrong dan potensi pemberontakan yang bisa melamahkan negara bia ditumpas,” kata dia.

Dalam sejarah Islam kata Luthfi ada beberapa ulama yang punya keahlian bukan hanya di ilmu-ilmu agama tetapi juga dalam ilmu-ilmu duniawi seperti ilmu sosial politik atau ilmu alam seperti kedokteran.

“Dan Al Mawardi ini adalah seorang ulama hukum atau ahli politik,” demikian tutup Luthfi.

(WH)

Add Comment