Irma Suryani Menentang Superbody IDI

JAKARTA (13 Juni): Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menilai Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai otoritas tunggal organisasi profesi dokter, merupakan lembaga yang tidak tersentuh. IDI mempunyai kewenangan yang besar tanpa ada pihak yang mengawasi.

“Masalah utama IDI tidak punya badan pengawas. Nah ini yang saya ributin di media. Saya tidak setuju dengan superbodynya itu,” ujar Irma dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPR RI dengan Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan terkait Revisi UU Praktik Kedokteran, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6).

Legislator NasDem itu menyinggung ketidaksetujuannya terhadap superbody IDI. Salah satunya terkait langkah IDI memberhentikan keanggotaan mantan Menteri Kesehatan dokter Terawan Agus Putranto. Irma menilai IDI telah melanggar asas pembentukan IDI.

“Ada tiga hal yang disampaikan oleh mereka (IDI) kemarin ketika diundang Komisi IX DPR. Ketiganya dilanggar oleh IDI, tidak dijalankan oleh IDI. Misalnya memecat doker Terawan. Saya tidak peduli dokter Terawan itu siapa, tapi tidak boleh main pecat-pecat begitu saja,” kata Irma.

Selain itu, Legislator NasDem tersebut menyinggung adanya lulusan pendidikan kedokteran yang tidak bisa berpraktik sebagai dokter lantaran tidak lulus ujian praktik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Menurutnya, disinilah IDI perlu turun tangan agar jangan sampai ada dokter muda yang tidak bisa berpraktik imbas tidak lulus ujian Dikti, padahal sudah diluluskan oleh universitas.

Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, Judilherry Justam mengusulkan revisi UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Ia menilai, dicantumkannya IDI dalam UU, sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter merupakan hal tidak lazim.

Ia mengatakan, pasca UU Praktik Kedokteran ditetapkan pada tahun 2004, disebutkan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia yang memegang kendali pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan hingga organisasi profesi praktik kedokteran. IDI sebagai organisasi tunggal memegang kendali dari hulu hingga hilir dunia kedokteran di Indonesia.

Sebagai contoh, tambah Judilherry, pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan, IDI memegang kendali untuk membentuk suatu kolegium kedokteran di Indonesia, yang biasanya menjadi organisasi independen.

“Ini merupakan suatu anomali atau penyimpangan. Tidak ada di dunia di mana kolegium itu merupakan bagian dari organisasi profesi. Kolegium itu seharusnya terpisah,” ucap Judilherry.

Judilherry menuding ada penyalahgunaan wewenang rekomendasi izin praktik yang dilakukan IDI. Karenanya, ia mengusulkan untuk menghilangkan rekomendasi izin praktik yang hanya bisa dikeluarkan IDI. Hal ini menurutnya juga berdampak pada kurangnya dokter yang berpraktik di Indonesia.

“Saya ingin tambahkan, tidak ada di dunia, organisasi dokter memberikan rekomendasi izin praktik. Itu tidak ada, cuma di Indonesia dan tidak perlu disebut nama IDI dalam UU,” tandasnya.

(dpr.do.id/*)

Add Comment