Aparat Hukum dan Publik Harus Disiapkan untuk Laksanakan UU TPKS

JAKARTA (29 Juni): Pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menuntut kesiapan aparat penegak hukum dan masyarakat. Sosialisasi masif sejumlah aturan teknis harus dilakukan.

“Setelah lahirnya UU TPKS, proses yang dilakukan DPR bergeser dari legislasi ke proses pengawasan. Bagaimana instansi yang berkewajiban menghadirkan aturan-aturan teknis bisa segera merealisasikannya,” kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya dalam diskusi daring bertema ‘Sampai Dimana Tindak Lanjut UU TPKS?’ yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (29/6).

Forum Diskusi Denpasar 12, adalah sebuah forum diskusi yang digagas Wakil Ketua MPR RI, Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Lestari Moerdijat

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoertri (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah) itu menghadirkan Willy Aditya (Wakil Ketua Baleg DPR RI), Barita Simanjuntak (Ketua Komisi Kejaksaan RI), Ali Khasan (Asisten Deputi Bidang Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak/PPPA) dan Ihat Subihat (Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Bandung, Jwa Barat) sebagai narasumber.

Selain itu hadir juga Nafa Urbach (publik figur), Sonya Hellen (Jurnalis Kompas), dan Masnu’ah (Pendamping Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Kabupaten Demak, Jawa Tengah) sebagai penanggap.

Menurut Willy, pelaksanaan UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS itu harus didukung kesiapan aparat hukum, kementerian dan instansi, serta kepastian dukungan dana dari APBN dan APBD agar tahapan-tahapan perlindungan terhadap korban yang diamanatkan UU TPKS bisa direalisasikan di lapangan.

Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak sependapat dengan Willy. Menurut Barita kesiapan aparat hukum dalam melaksanakan UU TPKS sangat penting. Bahkan, ujar Barita, bila perlu dilakukan semacam pelatihan bersama antaraparat penegak hukum dan kementerian terkait pelaksanaan teknis UU TPKS.

Untuk mengisi kekosongan sebelum hadirnya sejumlah aturan pelaksanaan teknis, Barita mengusulkan, Kementerian PPPA untuk menginisiasi pembuatan keputusan bersama pelaksanaan UU TPKS agar aparat pelaksana di lapangan dapat menjalankan amanat UU tersebut dengan baik.

Ali Khasan, Asisten Deputi Bidang Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA, mengungkapkan saat ini pihaknya sudah melakukan rapat-rapat koordinasi untuk menyusun 5 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Peraturan Presiden (Perpres).

Dalam rapat-rapat tersebut, jelas Ali, ada usulan simplifikasi jumlah PP dari 5 menjadi 3 PP dan dari 5 Perpres menjadi 4 Perpres, tanpa mengurangi substansi yang diamanatkan UU TPKS.

Kementerian dan lembaga, ujar Ali, berharap sejumlah aturan teknis tersebut dapat segera disahkan agar UU TPKS bisa secepatnya diterapkan.

Kesiapan anggaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ujarnya, harus memadai dalam pelaksanaan UU TPKS.

Sedangkan Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Bandung, Ihat Subihat mengingatkan agar aturan pelaksanaan nantinya harus mewaspadai adanya sanksi yang berbeda pada kejahatan yang sama dalam penindakan kasus kekerasan seksual.

Selain itu, Ihat juga menyarankan agar hakim dimungkinkan melakukan pendekatan restoratif justice dalam upaya mengadili tindak pidana kekerasan seksual. Jadi tidak semata-mata mengedepankan efek jera dalam menjatuhkan sanksi.

Menanggapi pendapat sejumlah narasumber itu, Nafa Urbach, Sonya Helen dan Masnu’ah mendorong agar dilakukan sosialisasi masif terkait implementasi penanganan kasus-kasus kekerasan seksual pasca hadirnya UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS.

Nafa juga mendorong public figure untuk aktif menyosialisasikan UU tersebut, agar membantu masyarakat memahaminya.

Ketika menutup diskusi tersebut jurnalis senior Saur Hutabarat mengatakan lambatnya penerapan UU akibat lambatnya pembuatan aturan teknis, merupakan penyakit lama di negeri ini.

Kondisi itu harus segera diakhiri, tegas Saur, dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian kementerian dan lembaga yang bertanggung jawab atas lahirnya sejumlah aturan teknis yang diamanatkan undang-undang.(*)

Add Comment