Fiskal Indonesia Aman, Gobel Ingatkan Soal Pangan

JAKARTA (18 Juli): Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel mendukung pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tentang ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi gejolak ekonomi global akibat pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.

“Tapi dalam jangka menengah dan panjang kita harus waspada terhadap masalah pangan kita. Juga efisiensi anggaran, serta efektivitas dan penguatan koordinasi antar lembaga dan kementerian,” kata Gobel dalam keterangannya, Senin (18/7).

Pekan lalu, Menkeu memberikan keterangan tentang kondisi ekonomi Indonesia dengan fakta-fakta yang optimistik. Hal itu menjawab kegelisahan publik akibat krisis ekonomi yang berujung pada krisis politik di Srilanka.

Pemberitaan sebelumnya juga menunjukkan ada sejumlah negara yang berpotensi terkena resesi. Pandemi Covid-19 yang disusul konflik Rusia-Ukraina serta iklim kemarau basah juga mengakibatkan melejitnya harga-harga pangan dan energi. Bahkan harga sayuran pun ikut melejit.

“Secara fiskal Indonesia cukup aman karena tertolong oleh berkah naiknya harga batubara dan harga CPO (Crude Palm Oil). Hal ini mengompensasi kenaikan harga BBM. Secara moneter Indonesia juga cukup aman karena inflasi masih cukup terkendali. Hal-hal inilah yang membedakan Indonesia dari negara-negara lain, apalagi Srilanka,” ujar Gobel.

Hal itu, imbuh Legislator NasDem tersebut, juga menunjukkan keberhasilan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sinergi yang baik antara pemerintah dengan parlemen.

Hanya saja Gobel mengingatkan, masyarakat tetap terbebani oleh kenaikan harga BBM dan harga komoditas pangan.

“Dalam situasi ini kita juga bersyukur ketersediaan beras dan harga beras masih tercukupi oleh petani kita dan harganya terkendali. Inilah yang menjadi pengaman sesungguhnya,” katanya.

Namun harga cabe, tomat, sayur-mayur, daging, telur, minyak goreng, dan susu sudah melejit karena panen yang terganggu oleh kemarau yang basah serta karena kondisi global.

“Climate change ini akan terus mengganggu di masa depan. Jadi perlu inovasi dalam bercocok tanam serta gotong-royong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan daging, telur, cabe, tomat, dan sayur-sayuran lainnya,” imbuhnya.

Tentang pangan, Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu mengajak pemerintah dan seluruh masyarakat untuk menguatkan sejumlah komoditi yang masih bisa dipenuhi dari dalam negeri jika diupayakan secara sungguh-sungguh seperti daging, susu, dan kacang kedelai. Untuk kacang kedelai, Indonesia pernah mandiri di masa lalu. Namun karena salah kebijakan dan tiadanya perlindungan, kini Indonesia sudah tergantung pada impor.

“Data 2021 produksi dalam negeri kedelai hanya 213.548 ton. Sedangkan impornya mencapai 2.489.690 ton. Jadi 95 persen impor. Padahal pada 2016 petani kita masih mampu menyediakan 1.391.300 ton. Tapi kemudian menurun terus,” jelas Gobel.

Kondisi ketergantungan terhadap impor juga terjadi pada pada komoditas lain seperti daging dan susu/mentega/telur.

“Pada 2017 impor susu, mentega, dan telur senilai 990 juta dollar AS. Tapi pada 2021 menjadi 1,394 miliar dollar AS. Sedangkan impor daging pada 2017 senilai 590 juta dollar AS, namun pada 2021 menjadi 965 juta dollar AS,” kata Gobel.

(*)

Add Comment