Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa Simbol Solidaritas Kemanusiaan
JAKARTA (29 Agustus): Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari mendukung proses ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa untuk segera menjadi produk hukum di Indonesia. Instrumen HAM internasional itu penting diratifikasi untuk menunjukkan sikap negara pada penegakan HAM sekaligus menjadi simbol solidaritas kemanusiaan.
“Kenapa ratifikasi ini penting? Kalau kita bicara HAM, ini implementasi Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya sebuah negara dianggap beradab ketika menjunjung tinggi kemanusiaan. Bicara HAM, maka kita bicara kemanusiaan, berbicara lintas batas, lintas negara. Manusia itu, dimanapun di seluruh dunia punya hak-hak yang melekat, hak yang sama, apapun latarbelakangnya. Kita hidup di tengah bangsa dunia, maka kita harus juga menunjukkan solidaritas kemanusiaan,” kata Taufik dalam Focus Group Discussion (FGD) yang mengambil tema ‘Mendorong Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa’, di ruang rapat Fraksi Partai NasDem DPR RI dan dapat diikuti secara virtual, Senin (29/8).
Menurut Taufik, penghilangan orang secara paksa adalah kejahatan yang sangat serius. Kejahatan tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) ketika dilakukan secara luas dan sistematis.
“Kalau pembunuhan mungkin kita bisa lihat bahwa ada yang terbunuh, kemudian jenazahnya diotopsi, kita tahu, kita makamkan dan sebagainya. Tapi bagi orang-orang yang dihilangkan secara paksa, maka keluarganya tidak akan pernah tahu, saat ini korbannya dalam keadaan seperti apa, kalau sudah meninggal dimana kuburannya, kalau masih hidup bagaimana kondisinya. Jadi keluarga korban ini menggantung perasaannya, tidak tahu apa yang harus dilakukan,” jelasnya.
Legislator NasDem dari Dapil Lampung I (Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Barat, Tanggamus, Pesawaran, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Pringsewu, Pesisir Barat) itu menambahkan, negara bertanggungjawab atas kasus-kasus penghilangan paksa. Negara bertanggungjawab menyediakan informasi, mencari tahu, dan memastikan hal tersebut tidak terulang kembali.
“Sejarah perjalanan ratifikasi konvensi ini, kalau kita tarik dari UUD’45, dalam pembukaan sudah jelas bahwa tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam konteks ini adalah memastikan setiap hak-hak warga negara itu terlindungi, negara hadir memberikan perlindungan pada warga negaranya. Kemudian ada Pasal 28 diatur mengenai HAM, dimana negara punya kewajiban untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap HAM,” tandas Taufik.
Taufik menjelaskan, Indonesia sudah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen HAM yang ada. Satu lagi konvensi HAM yang belum diratifikasi adalah Konvensi Anti-Penghilangan Paksa.
“Konvensi ini adalah salah satu dari sembilan instrumen HAM yang ada. Kita alhamdulillah sudah meratifikasi delapan konvensi yang ada dan tinggal satu lagi. Kita sudah ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial, Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik, Konvensi Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Konvensi Perlindungan Hak Perempuan, Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Hak Anak, Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan keluarganya, dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Satu lagi yang sedang kita nantikan adalah ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa,” tandasnya.
Taufik mengatakan, dukungan negara pada HAM yang sudah meratifikasi delapan dari sembilan instrumen HAM merupakan catatan yang progresif. Ia menambahkan, jika negara berhasil meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa, berarti negara bisa menunjukkan sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM. Negara sadar bahwa perlu memberikan perlindungan bagi warga negaranya terkait dengan HAM.
“Fraksi Partai NasDem DPR menyatakan komitmen untuk turut mendorong ratifikasi konvensi ini. Ini adalah konvensi yang penting, maka kita berharap nanti teman-teman Komisi I DPR bisa segera mendorong ini,” pungkasnya.
(dis/*)