Perlu Kesiapan Ekonomi Digital Adaptasi Dampak Krisis Global
JAKARTA (21 September): Kesiapan ekonomi digital Indonesia harus dikaji secara komprehensif, terutama bidang pendidikan dan kesiapan masyarakat serta pemerintah, agar mampu beradaptasi menghadapi dampak krisis global.
“Dinamika ekonomi global yang berimbas kepada setiap negara harus dihadapi dengan kemampuan beradaptasi untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri, lewat pemanfaatan ekonomi digital,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutannya pada diskusi secara daring bertema PeranĀ Ekonomi Digital Indonesia dalam Menghadapi Krisis yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/9).
Dalam diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Dosen Universitas Pelita Harapan) itu, menghadirkan Edit Prima (Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, Badan Siber & Sandi Negara/BSSN), Dedy Permadi (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia) dan Ignasius D A Sutapa (Guru Besar, Ketua Umum Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Christy D Mariana (Peneliti Collaboration with Research Cluster of Digital Business and Economics Universitas Indonesia), dan Raja Suhud (Wartawan Ekonomi Media Indonesia) sebagai penanggap.
Menurut Lestari yang akrab disapa Rerie, kesiapan ekonomi digital tidak hanya mengedepankan pemanfaatan teknologi, namun menuntut kesiapan secara matang sumber daya manusia, kebijakan pendukung dan sistem keamanan digital yang memadai.
Karena, ujar Legislator NasDem itu, ekonomi digital terus bertumbuh, sementara literasi digital masyarakat di Indonesia masih berjalan perlahan.
Selain itu, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, salah satu tantangan investasi ekonomi digital di Tanah Air adalah keamanan siber.
Infrastruktur dan sumber daya manusia dalam bidang keamanan siber, tambah anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem itu, harus menjadi prioritas dalam upaya beradaptasi dengan ekonomi global yang terus bertumbuh di tengah terpaan krisis.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu menambahkan, berhadapan dengan ragam perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, suatu negara tidak dapat bertumbuh dan berkembang sendiri.
“Kolaborasi dalam berbagai bidang antarinstansi mesti diperkuat dalam menyikapi perubahan global itu,” ujar Rerie.
Sedangkan Dedy Permadi, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, berpendapat potensi global, regional dan nasional ekonomi digital saat ini demikian besar.
Proyeksi global untuk ekonomi digital pada 2025, menurut Dedy, valuasinya diperkirakan mencapai US$23 triliun atau 24,3% dari PDB global.
Sedangkan potensi ekonomi digital tingkat nasional pada 2021 mencatat valuasi ekonomi senilai US$70 miliar atau senilai lebih dari Rp1000 triliun. Angka tersebut, jelas Dedy, diproyeksikan mencapai US$315 miliar atau berkisar Rp4.500 triliun pada 2030. “Itu potensi sangat besar,” ujar Dedy.
Perkembangan ekonomi digital tersebut, tambah Dedy, tidak terlepas dari dorongan penetrasi internet di Tanah Air yang saat ini tercatat 77,02%.
Dedy menilai peran ekonomi digital dalam pertumbuhan ekonomi nasional akan semakin besar. Apalagi, ekonomi digital sudah terbukti sebagai salah satu sektor yang cepat pulih dari dampak pandemi.
Masih menurut Dedy, berbagai upaya untuk penguatan sektor digital terus dilakukan pemerintah lewat penguatan literasi digital masyarakat hingga perluasan infrastruktur internet di Tanah Air, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang lebih baik.
Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata, BSSN, Edit Prima mengatakan seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, serangan terhadap traffic internet yang digunakan pun semakin meningkat.
Pada 2021, tambah Edit, bahkan tercatat 1,6 miliar anomali traffic internet yang menyasar sejumlah akun masyarakat.
Berdasarkan kondisi itu, tambah Edit, upaya penguatan sistem keamanan siber terhadap para pelaku ekonomi digital dan masyarakat harus dikedepankan lewat berbagai upaya, agar potensi ekonomi dan sosial dari sektor digital yang ada bisa terus dikembangkan.
Badan Siber & Sandi Negara, ujar Edit, terus berupaya memberikan pelatihan dan modul sistem keamanan siber yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi digital dan masyarakat.
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia, Ignasius D A Sutapa mengungkapkan kondisi saat ini seperti dua sisi mata uang. Ada peluang ekonomi dari kemajuan teknologi, namun di sisi lain serangan siber juga tinggi.
Potensi besar dalam pemanfaatan teknologi di sektor ekonomi, ujar Ignasius, tidak diiringi kesiapan pelaku usaha dalam memanfaatkan ekonomi digital untuk menangkap peluang tersebut.
Menurut Guru Besar itu, baru 30% masyarakat Indonesia memiliki literasi digital, sementara inklusi keuangannya sudah mencapai 76%. Kondisi tersebut, menghadirkan potensi risiko yang besar.
Sehingga, tambah Ignatius, perlu peningkatan literasiĀ digital masyarakat agar inklusi keuangannya bisa bertumbuh dengan baik. Selain itu, dibutuhkan modernisasi regulasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital secara nasional.
Peneliti Collaboration with Research Cluster of Digital Business and Economics Universitas Indonesia, Christy D Mariana sependapat bahwa ekonomi digital mampu berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Tantangannya, ujar Christy, adalah bagaimana transformasi digital di masyarakat dapat dilakukan secara menyeluruh sehingga mampu menciptakan berbagai peluang di emerging market.
Namun, ujarnya, masyarakat perlu dipersiapkan untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul, lewat penguatan pengetahuan tentang cyber security dan ekonomi digital.
Menurut Christy, agar ekonomi digital mampu mendorong kebangkitan ekonomi nasional dari krisis diperlukan pengembangan infrastruktur, peningkatan kecakapan digital masyarakat dan sejumlah kebijakan yang mendukung ekosistem digital.
Wartawan bidang Ekonomi Harian Media Indonesia, Raja Suhud berpendapat literasi digital masyarakat harus terus didukung meski membutuhkan biaya yang mahal.
Karena, jelasnya, tanpa mempersiapkan literasi yang cukup sama saja menjerumuskan masyarakat ke dunia digital dengan pertahanan yang rapuh.
Jadi, tegas Raja Suhud, kemauan yang tinggi dari masyarakat untuk masuk ke dunia digital harus dibarengi dengan peningkatan literasi dan keamanan data.
Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat transformasi digital menyebabkan masa depan datang lebih cepat, sekaligus membuat masa silam berlalu lebih cepat.
Karena itu, tegas Saur, yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan bangsa untuk meningkatkan kapasitas belajar setiap warga negara dan mampu mengubah mindset dengan cepat.(*)