Perlu Revisi UU Penyiaran untuk Hadapi Digitalisasi Siaran

JAKARTA (16 November): Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Muhammad Farhan, mengatakan revisi UU Penyiaran diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan dunia penyiaran.

“Harapannya tentu menjadikan UU Penyiaran tetap bisa relate dengan kondisi sekarang. Dalam artian masih aktual dan bisa dimanfaatkan sebagai dasar hukum untuk mengikuti perkembangan digitalisasi penyiaran,” ujar Farhan seusai rapat pleno Badan Legislasi DPR bersama Komisi I DPR membahas revisi UU Penyiaran, Kamis (16/11).

Farhan mengatakan, dunia penyiaran mengalami perkembangan yang cukup pesat. Untuk itu, diperlukan dasar hukum yang dapat menyesuaikan perkembangan tersebut. Ia mencontohkan, terjadi pergeseran platform penyiaran yang tadinya free to air bergeser menjadi berlangganan dan over the top (OTT).

“Nah ini pun harus menjadi konsideran kita untuk memperhatikan pasal-pasal mana saja yang kita persiapkan sebagai pasal terbuka untuk menghadapi pergeseran dunia penyiaran sekarang ini,” tegasnya.

Dalam revisi tersebut, lanjut Farhan, juga untuk sinkronisasi terhadap kluster penyiaran yang ada di UU Cipta Kerja.

“Tentu masalah digitalisasi penyiaran jadi sangat penting. Kita tambahkan tenggat waktu digitalisasi penyiaran untuk frekuensi penyiaran radio, itu datelinenya 2028,” imbuh Legislator NasDem itu.

Selain itu, revisi UU Penyiaran juga untuk meninjau peran, fungsi, dan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Dan juga yang perlu diperhatikan adalah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) yang tentu perlu dilakukan peninjauan ulang, penguatan, serta menambahkan pasal-pasal yang lebih relate dengan situasi dan kondisi sekarang,” tukasnya.

(dis/*).

Add Comment