UU TPKS dan UU KIA Tanda Komitmen Perlindungan Masyarakat

JAKARTA (1 Oktober): Ketua Panitia Kerja (Panja) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Willy Aditya, menyoroti pentingnya aturan turunan dari UU tersebut agar implementasinya dapat berjalan lebih baik.

UU TPKS sampai hari ini turunannya belum ada. Kita punya responsibility, maka kemudian collective obligation itu yang penting,” ungkap Willy usai rapat paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9).

DPR RI periode 2019-2024 berhasil mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) setelah lebih dari 10 tahun diperjuangkan. Pengesahan ini menjadi tonggak penting dalam perlindungan korban kekerasan seksual di Indonesia yang selama ini dianggap sebagai fenomena gunung es.

UU TPKS mendapat respons positif dari masyarakat karena tidak hanya menekankan penegakan hukum terhadap pelaku, tetapi juga memberikan perhatian serius pada perlindungan dan pemulihan korban. UU ini mengatur hak korban dalam penanganan, perlindungan, dan pemulihan, termasuk tata cara pemberian restitusi bagi korban kekerasan seksual.

Selain UU TPKS, DPR juga mengesahkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) sebagai inisiatif DPR. UU ini bertujuan mengatasi masalah kematian ibu dan bayi serta gizi buruk yang masih menjadi tantangan di Indonesia. UU KIA juga mencakup hak ibu pekerja, termasuk penambahan cuti melahirkan, sebagai langkah memerkuat kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia. (dpr.go.id/*)

Add Comment