Tingkatkan Koordinasi OJK dan LPS untuk Atasi Risiko BPR di Jabar
BANDUNG (22 November): Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menangani risiko pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) memunculkan kekhawatiran mengingat tingginya angka Non-Performing Loan (NPL) pada BPR di Jawa Barat yang mencapai 11%.
“Angka NPL 11 persen ini sudah masuk dalam kategori lampu kuning. Jangan sampai kita dengan mudah menyatakan BPR harus masuk ke status BDR (Bank Dalam Resolusi). Saya ingin tahu, sejauh mana koordinasi antara LPS dan OJK terkait BPR yang berisiko ini. Apakah LPS sudah memiliki akses penuh terhadap data-data BPR tersebut?” tanya anggota Komisi XI DPR Shohibul Imam saat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR ke Jawa Barat, Kamis (21/11).
Selain soal koordinasi, Shohibul juga menyoroti pentingnya membangun kepercayaan publik terhadap OJK dan LPS sebagai regulator. Ia menyinggung survei literasi dan inklusi keuangan nasional yang dilakukan OJK, sambil mempertanyakan apakah aspek transaksi digital telah menjadi bagian dari survei tersebut.
“Apakah komponen terkait transaksi digital, seperti Kripto, sudah dimasukkan dalam survei literasi keuangan? Jangan sampai kita melihat hasil survei literasi keuangan tinggi, tetapi ternyata aspek transaksi digital belum tersentuh. Padahal ini sangat penting di era sekarang,” terang Shohibul.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat X (Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran ) itu juga memberikan perhatian pada bursa karbon yang berada di bawah pengawasan OJK.
Ia mengibaratkan bursa karbon sebagai pasar yang perlu dikelola dengan baik agar dapat efektif dan efisien. Shohibul menekankan pentingnya menciptakan ekosistem yang akuntabel, inovatif, dan mendukung alokasi sumber daya secara optimal.
“Bursa karbon itu seperti pasar. Kalau pengelolaannya tidak baik, meskipun barangnya berkualitas dan murah, orang akan enggan datang karena misalnya, ada preman atau parkir yang mahal. Saya ingin tahu bagaimana rencana OJK untuk menciptakan bursa karbon yang memenuhi prinsip akuntabilitas dan efisiensi,” tegasnya.
Shohibul berharap koordinasi yang lebih solid antara OJK dan LPS dapat memperkuat industri keuangan, terutama dalam menghadapi risiko pada BPR, serta menciptakan bursa karbon yang kredibel dan berdaya saing. (dpr.go.id/*)