Ketua Komisi II Nyatakan DPR Cari Titik Keseimbangan Dalam Revisi UU Pemilu
JAKARTA (8 Januari): Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan DPR akan mencari titik equilibrium atau keseimbangan dalam revisi UU No.7/2017 tentang Pemilu.
Titik equilibrium yang dimaksud ialah memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganulir syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) yang berpotensi memunculkan terlalu banyak capres-cawapres.
Di sisi lain, kata Rifki, sapaan Rifqinizamy, DPR juga perlu mempertimbangkan bahwa setiap orang mempunyai hak konstitusional untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Dalam pertimbangan hukum MK Nomor 3.27 juga menegaskan bahwa pembentuk UU dapat mengatur agar tidak muncul terlalu banyak pasangan capres.
“Nah equilibrium inilah yang harus kami rumuskan di DPR,” ujar Rifqi dalam sebuah diskusi di salah satu stasiun TV nasional, Rabu (8/1/2025).
Legislator Partai NasDem itu menekankan, MK dalam putusan tersebut juga memperkenalkan istilah constitusional engineering (rekayasa konstitusional) yang dapat dilakukan pembentuk UU dengan beberapa petunjuk.
“Rekayasa konstitusi untuk mengambil kira-kira titik ekuilibrium antara gambaran MK bahwa bisa saja nanti ada 30 partai politik peserta pemilu dan semuanya mencalonkan pasangan capres-cawapres. Namun di sisi lain, MK juga memberikan lima guidence agar tidak terjadi pembatasan terhadap hak-hak konstitusional partai politik peserta pemilu,” tandasnya.
Rifqi mengatakan, setelah masa sidang dimulai pada akhir Januari nanti, Komisi II DPR akan mulai mengundang banyak pihak untuk mengevaluasi jalannya Pemilu dan Pilkada 2024.
“Untuk memberikan evaluasi sekaligus masukan dan perbaikan terhadap sistem pemilu kita ke dapan,” katanya.
Terkait wacana pembentukan omnibus law politik, Rifqi berharap UU tersebut dapat dibahas dan selesai pada 2027 sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai.
“Yang masuk di dalamnya ada partai politik, pemilu termasuk pilpres, pilkada, dan hukum acara sengketa pemilu yang kita belum punya sampai hari ini, agar kemudian sengketa di Bawaslu, MK, PTUN, peradilan umum, tidak tumpang tindih. Terakhir di hilirnya adalah MD3,” tukas Rifqi.
(yudis/*)