Asep Nyatakan Kerja Sama Operasi di Puncak Bogor Batal Demi Hukum
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (19 Maret): Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, menegaskan tiga kerja sama operasi (KSO) di kawasan resapan air di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat harus batal demi hukum.
Ia menyoroti bagaimana kebijakan tata ruang yang berubah secara sistematis justru membuka jalan bagi eksploitasi kawasan yang seharusnya dilindungi.
Asep menyoroti perubahan dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat tahun 2022, yang menurutnya menjadi celah masuknya berbagai kepentingan, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pihak swasta. Salah satu yang ia soroti adalah perubahan status Gunung Mas yang kini bisa dijadikan kawasan permukiman dan pertanian.
“Semua saya tangkap by design. Perda RTRW, BUMD masuk, kemudian di belakang ada dari urban Indonesia, itu temannya RK, nyambung semuanya itu,” ujar Asep saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT Perkebunan Nusantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Legislator Partai NasDem dari Daerah Pemilihan Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) itu mengungkapkan, proyek-proyek itu tidak hanya melanggar aturan tata ruang, tetapi juga berpotensi besar menyebabkan bencana lingkungan.
Ia bahkan mendapat laporan bahwa ada aliran sungai yang seharusnya berkelok-kelok namun diluruskan demi kepentingan proyek.
“Ini kan keterlaluan, saya enggak habis pikir kok bisa sampai situ kepikiran. Dan bapak juga harus sampaikan bagaimana kabupaten kasih izin, kasih ini, kasih itu, kemudahan. Saya kira, tiga KSO itu batal demi hukum,” tegasnya.
Selain itu, Asep juga mengkritik dugaan praktik korupsi dalam proyek-proyek tersebut. Ia menyebut bahwa direksi perusahaan yang terlibat diduga melakukan penggelapan dana dari berbagai KSO, sementara para pekerja justru mengalami kesulitan ekonomi.
“Direksinya korupsi semuanya, ngaduk duit dari semua KSO-KSO itu. Karyawannya, pekerjanya, engap-engapan kesulitan,” kata Asep, mengungkap aspirasi yang disampaikan sejumlah pihak kepadanya.
Maka, ia mendesak adanya tindakan nyata untuk mengatasi dampak buruk proyek-proyek tersebut, termasuk pemulihan kembali fungsi resapan air melalui penghijauan.
Menurutnya, keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama demi mencegah bencana yang lebih besar di masa depan.
“Yang harus dilakukan harus ditanam, harus penghijauan, bagaimanapun juga. Mudah-mudahan duka tidak lagi ada di Cileungsi, di mana-mana, sampai Bekasi. Malu sekali kita,” pungkasnya.
(Safa/*)