Dini Rahmania Dorong Perkuat Ekosistem Halal Hadapi Perdagangan Bebas
Getting your Trinity Audio player ready...
|
KRAKSAAN (11 Mei): Indonesia telah menandatangani berbagai perjanjian dagang regional dan multilateral seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), RCEP, hingga WTO. Artinya, menolak arus barang dari luar negeri secara mutlak bukan lagi pilihan, karena Indonesia telah terikat dalam kesepakatan bersama antarnegara.
“Namun, keterbukaan ini harus diimbangi dengan mekanisme perlindungan terhadap kepentingan nasional, baik dari sisi ideologi, ekonomi, maupun sosial. Di sinilah pentingnya membangun dan memperkuat ekosistem halal di Indonesia,” papar anggota Komisi VIII DPR Dini Rahmania saat menjadi pemateri pada Temu Wicara Pengawasan yang dilangsungkan di Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (9/5/2025).
Dini juga menyampaikan bahwa ekosistem halal bukan sekadar kewajiban agama, tetapi juga merupakan strategi kebijakan publik.
“Pertama untuk menyaring produk asing yang masuk, agar sesuai dengan nilai, budaya, dan standar yang berlaku di Indonesia. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, produk halal dan haram harus jelas sejak awal,” jelas Dini.
Ia menambahkan, produk yang masuk ke Indonesia harus mampu memberi daya saing lebih kepada produk dalam negeri, khususnya UMKM, karena produk halal makin diminati secara global.
“Yang tidak kalah pentingnya, produk tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional, dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal, bukan sekadar konsumen,” jelas Dini.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur II (Probolinggo- Pasuruan) itu juga menekankan, dengan memperkuat ekosistem halal mulai dari hulu hingga hilir, yakni regulasi, sertifikasi, riset, distribusi, hingga literasi konsumen.
Upaya itu penting agar Indonesia tidak hanya melindungi pasar dalam negeri, tetapi juga mengambil posisi strategis dalam peta ekonomi global.
“Halal adalah identitas, nilai tambah, dan juga tameng kebijakan publik. Di tengah era pasar bebas, ekosistem halal adalah soft barrier yang sah dan sesuai dengan prinsip perdagangan internasional, karena berbasis pada standar mutu dan kepercayaan konsumen,” jelas Dini.
(Najib/*)