Legislator NasDem Ingatkan Pertamina dan PLN soal Lifting Minyak dan Subsidi

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (25 Mei): Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, mengapresiasi Badan Pengelola Investasi Danantara yang telah mampu mengumpulkan dividen hingga Rp110 triliun.

“Dalam acara DBS Asian Insight Conference di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (21/5/2025) kemarin, Pak Rosan menyampaikan bahwa BPI (Badan Pengelola Investasi) Danantara telah menerima dividen kurang lebih Rp110 triliun dari target Rp170 triliun per tahun. Capaian ini tentu harus kita apresiasi mengingat raihan dividen tersebut melampaui jumlah yang ditargetkan sebelumnya oleh Kementerian BUMN yang hanya Rp90 triliun. Hal ini menandakan bahwa transformasi BUMN secara cepat dan bertahap telah berhasil dilakukan oleh Danantara”, ungkap Asep Wahyuwijaya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan jajaran Direksi PT Pertamina dan PT PLN di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Dalam RDP tersebut, legislator Partai NasDem itu menyampaikan bahwa konsekuensi dari dividen yang telah diserahkan sepenuhnya kepada Danantara tersebut secara langsung berdampak pada pendapatan negara yang diterima oleh Kementerian Keuangan praktis menjadi berkurang.

“Konsekuensi dari dialihkannya penerimaan dividen dari BUMN yang awalnya ke Kemenkeu dan sekarang ke Danantara, tentu harus turut juga dipikirkan dan ditindaklanjuti oleh BUMN, seperti Pertamina dan PLN dalam bentuk memberikan kontribusi penambahan pendapatan negara hingga bahkan mengefisiensikan besaran angka subsidinya,” terang Asep

Ketua Bidang Energi Sumber Daya Mineral DPP Partai NasDem ini pun mengingatkan Pertamina tentang asumsi dasar lifting minyak Indonesia yang telah disampaikan oleh pemerintah dalam rapat paripurna di DPR, Selasa (20/5) di mana pemerintah telah menetapkan lifting minyak 600-605 ribu barel per hari.

“Asumsi dasar lifting minyak dalam ierangka ekonomi makro yang ditetapkan pemerintah itu kan 600-605 ribu barel per hari. Pertanyaannya sekarang adalah berapa ratus ribu barel yang menjadi beban Pertamina dan seberapa presisi pula lifting minyak yang telah dihasilkan oleh Pertamina tersebut?” ujarnya.

Asumsi dasar lifting minyak itu tambah Asep, bagaimana pun harus bisa terpenuhi agar keberadaan ruang fiskal yang dikehendaki pemerintah dari sektor minyak pun bisa terwujud.

Alumnus Unpad Bandung itu pun mempertanyakan kepatuhan Pertamina dalam penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 9040:2021 tentang Sistem Jaminan Kuantitas untuk Akuntabilitas dan Transparansi Alir Kuantitas Sub Bidang Migas.

“Menerapkan sistem jaminan kuantitas (quantity assurance) yang telah menjadi SNI ini bertujuan untuk memastikan bahwa data kuantitas migas yang dilaporkan menjadi akurat, transparan dan akuntabel. Hal ini penting dilakukan oleh Pertamina agar selain terus meningkatkan produksi lifting dari sumur-sumur baru, penyajian laporannya pun menjadi presisi sehingga berapa kontribusi secara finansial dari Pertamina kepada negara, dari sisi pajak dan pendapatan negara bukan pajaknya bisa lebih akurat,” paparnya.

Mantan aktivis HMI itu pun mengingatkan PLN terkait dengan kesesuaian besaran subsidi dengan jumlah gigawatt yang didistribusikannya.

“Jadi, besaran subsidi PLN itu pun mestinya tidak dikuantifisir pada semata-mata jumlah kepala keluarga penerima subsidi tetapi harus dapat dikonversikan secara riil pada material arus listrik yang didistribusikan kepada para penerima subsidi. Kalau hal ini bisa dilakukan maka secara faktual pasti akan berdampak pula pada jumlah besaran subsidi yang jauh lebih akurat. Pertanyaannya sekarang, apakah PLN sudah melaporkan berapa jumlah total material arus listrik yang didistribusikan kepada para penerima subsidi secara akurat dan transparan?” tegasnya.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) itu juga menambahkan, perbaikan tata kelola manajemen produksi dan distribusi di lingkup kerja Pertamina dan PLN dengan cara memberikan laporan yang presisi soal kuantitas material ini bagaimanapun mutlak dilakukan.

“Dalam kondisi perekonomian yang masih lesu yang menyebabkan sempitnya ruang fiskal seperti yang kita miliki sekarang ini, concern saya adalah pada bagaimana BUMN pun dalam proses transformasinya bisa memberikan kontribusi dengan cara meningkatkan kapasitas produksi, mengoptimalkan pendapatan, dan mengefisiensikan biaya dan subsidi,” pungkasnya.

(RO/*)

Add Comment