Politik Kedekatan Prabowo Subianto-Anwar Ibrahim (2) Membangun Diplomasi dan Peran Parpol dalam Hubungan RI–Malaysia
Getting your Trinity Audio player ready...
|
Oleh: Tengku Adnan
(Ketua Partai NasDem Malaysia)
KINI Indonesia dan Malaysia sama-sama dipimpin oleh tokoh yang sudah saling mengenal sejak muda. Hubungan mereka bukan dilandasi ego politik, melainkan pada semangat kerja sama dan visi kawasan yang lebih luas.
Ini tentu menjadi sinyal positif bagi hubungan bilateral kedua negara dan menjadi inspirasi baru bagi generasi muda di ASEAN bahwa perjuangan, integritas, dan keteguhan dalam visi akan selalu menemukan jalannya menuju kepercayaan rakyat.
Pada Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden 2024, Partai NasDem tidak berada di barisan pendukung Prabowo Subianto. Tetapi setelah pemilu usai, kegaduhan itu hanya terjadi di musim politik saja, tidak membawa perasaan terlalu jauh, karena tujuan utama kita sebagai anak bangsa adalah menyatukan kekuatan dan potensi untuk membangun negeri. Bukan kepentingan sesaat.
Itulah sebabnya, sekarang kami anak-anak muda berada di belakang pemerintahan pasangan Prabowo dan Gibran, memberikan dukungan penuh agar asta cita dapat diwujudkan demi kebaikan bersama.
Dalam konteks hubungan politik antarpartai lintas negara, dinamika ini sudah terjadi sejak lama. Bahkan sebelum tahun 2000, di masa muda Anwar Ibrahim dan Prabowo, hubungan antartokoh dan antarlembaga politik sudah terjalin erat, baik secara formal maupun informal.
Lihatlah bagaimana hubungan antara Prabowo dan Anwar hari ini, tidak sekadar hubungan antarnegara, tapi mereka sudah seperti saudara. Bahkan belum ada sejarah presiden mana pun yang datang hanya untuk makan siang bersama, lalu kembali pulang dengan pesawat di hari yang sama.
Itu bukan sekadar simbol, melainkan cerminan dari kedekatan dan rasa saling percaya yang telah dibangun sejak lama, bahkan sebelum mereka menjabat posisi strategis seperti saat ini.
Bagi Indonesia, Malaysia adalah negara yang sangat penting. Pertama, karena wisatawan asing terbanyak yang datang ke Indonesia berasal dari Malaysia.
Kedua, karena diaspora Indonesia terbanyak yang tinggal di luar negeri, jumlahnya paling besar ada di Malaysia.
Oleh karena itu, hubungan Indonesia dan Malaysia bukan hanya penting di tingkat bilateral, tetapi juga sangat menentukan stabilitas dan kerja sama regional di ASEAN dan kawasan Asia.
Jika kedua negara ini menjaga ego masing-masing, maka ruang bagi pihak ketiga untuk masuk dan memecah belah akan terbuka lebar.
Namun, jika kita terus memperkuat persaudaraan ini, manfaatnya bukan hanya untuk dua negara, melainkan juga membawa manfaat untuk kawasan regional, ASEAN, dan Asia, bahkan dunia.
*Diplomasi Tingkat Tinggi ke Persahabatan Anak Muda*
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia kini memasuki babak baru seiring dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Momentum ini menjadi titik awal yang sangat penting untuk memperkuat kerja sama bilateral yang selama ini telah terjalin, khususnya karena kedekatan personal antara Presiden Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.
Kedua tokoh ini bukan hanya memiliki latar belakang politik yang kuat, tetapi juga memiliki komitmen emosional yang mendalam terhadap rakyat masing-masing.
Kedekatan personal tersebut terlihat jelas dari intensitas pertemuan mereka bahkan sebelum pelantikan Presiden Prabowo. Beberapa kali mereka bertemu secara privat di Kuala Lumpur, berdiskusi dari hati ke hati, tanpa protokol yang kaku, dengan tujuan memperkuat hubungan kedua negara.
Pertemuan-pertemuan ini membuahkan sejumlah langkah nyata. Mulai dari kerja sama di sektor ekonomi, ketahanan pangan, hingga pelindungan bagi pekerja migran Indonesia di Malaysia. Semua dibahas dengan semangat memperbaiki dan meningkatkan hubungan yang sudah ada.
Prakarsa ini tidak hanya diwujudkan dalam pertemuan formal antarkementerian, tetapi juga melalui pendekatan informal yang lebih cair dan bersahabat. Contohnya, Menteri Perdagangan Indonesia mengadakan pertemuan santai di rumah Menteri Ekonomi Malaysia.
Demikian pula, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia berdiskusi hangat sambil ngopi santai di kantor Kementerian Sumber Manusia Malaysia.
Ini menunjukkan bahwa dalam membangun hubungan antarbangsa, pendekatan informal dan komunikasi personal sama pentingnya dengan diplomasi formal. Sering kali, ruang informal justru melahirkan solusi konkret karena tidak dibatasi oleh protokol dan ego institusi.
Sebagai generasi muda, kita pun punya peran besar dalam merawat dan melanjutkan kedekatan ini. Hubungan antara sayap-sayap pemuda partai politik seperti Garda Pemuda NasDem (GPND) dan Angkatan Muda Keadilan (AMK) telah menjadi contoh bahwa komunikasi lintas negara bisa dijalin sejak dini.
Hubungan antarpemuda ini perlu dirawat dan diperluas, karena bisa menjadi fondasi hubungan yang lebih kuat di masa depan.
Mungkin dalam 5 atau 10 tahun ke depan, anak-anak muda hari ini akan menjadi pemimpin. Jika sejak sekarang sudah saling mengenal, berdialog, dan bekerja sama, maka di masa depan kita tidak lagi akan sibuk dengan demonstrasi atau konflik yang tidak perlu.
Pasalnya, semua bisa diselesaikan dengan satu panggilan telepon, karena dasar hubungan telah dibangun di atas kepercayaan dan persahabatan.
Momentum ini adalah peluang emas bagi Indonesia dan Malaysia. Dengan komitmen pemimpin senior dan sinergi generasi muda, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih harmonis, saling menguatkan, dan sejahtera bersama.(Bersambung)
(WH/GN)