Alasan Nama RS Al-Ihsan Harus Dipertahankan

Getting your Trinity Audio player ready...

Oleh Dr. Mohsen Hasan Alhinduan
(Anggota Dewan Pakar Pusat Partai NasDem)

 

POLEMIK perubahan nama Rumah Sakit Al-Ihsan di Bandung menjadi RSUD Welas Asih yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat menimbulkan kegelisahan yang sah di tengah masyarakat, khususnya umat Islam dan keluarga besar para pendiri rumah sakit tersebut.

Di tengah ikhtiar bersama membangun pelayanan publik yang lebih baik, perubahan ini justru menghadirkan pertanyaan mendasar: mengapa sejarah dan identitas yang religius harus dikorbankan?

Nama “Al-Ihsan” bukan sekadar label. Ia menyimpan makna spiritual yang tinggi dalam Islam: berbuat kebaikan dengan kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi.
Rumah Sakit ini didirikan dengan semangat itu menjadi institusi pelayanan kesehatan yang tidak hanya profesional secara medis, tetapi juga dilandasi niat ibadah dan pengabdian sosial.

Nama ini bukan tiba-tiba muncul. Ia dibentuk oleh ikhtiar para tokoh umat, yayasan Islam, serta tokoh masyarakat yang ingin menghadirkan pelayanan kesehatan yang berpihak pada nilai dan akhlak. Maka mengganti nama tersebut tanpa dialog publik dan tanpa penghormatan terhadap sejarah adalah sebuah bentuk pengingkaran terhadap warisan kebaikan itu sendiri.

Tidak ada yang salah dengan frasa “Welas Asih.” Ia bermakna kasih sayang dalam bahasa Sunda. Namun konteksnya menjadi masalah ketika perubahan nama dilakukan secara sepihak, tanpa pelibatan moral stakeholders keluarga pendiri, alim ulama, dan masyarakat lokal.

Masyarakat merasa bahwa ini adalah bagian dari pencabutan simbol keagamaan secara halus, dengan dalih netralitas birokrasi.

Tindakan ini menimbulkan kesan pemerintah hari ini tidak cukup sensitif dalam membaca pentingnya identitas religius dan sejarah umat dalam pembangunan institusi publik. Apa jadinya jika semua institusi yang bernuansa Islami satu per satu diganti atas nama penyederhanaan atau “rebranding”?

Simbol bukan sekadar estetika. Ia adalah identitas, ingatan, dan arah tujuan. Menghapus nama “Al-Ihsan” dari rumah sakit ini berarti juga menghapus jejak kontribusi umat Islam dalam sejarah pelayanan publik di Jawa Barat. Hal ini bertentangan dengan semangat inklusi yang sejati. Inklusi seharusnya menghormati seluruh identitas masyarakat, bukan meredam yang sudah ada.

Jika benar ada alasan administratif atau pengembangan branding, mengapa tidak mencari jalan tengah yang arif? Nama ganda bisa diusulkan, misalnya: RSUD Al-Ihsan Welas Asih.

Dengan begitu, nama lama tetap hidup sebagai simbol sejarah dan kontribusi umat, sementara semangat lokal “welas asih” juga mendapat tempat.

Perubahan nama sebuah rumah sakit mungkin tampak remeh dalam kaca mata birokrasi. Namun bagi masyarakat, itu adalah bagian dari harga diri dan warisan spiritual. Pemerintah seharusnya tidak hanya membangun gedung, tetapi juga membangun kepercayaan. Kepercayaan dibangun lewat penghormatan terhadap sejarah.

Dalam semangat ukhuwah dan kebaikan bersama, mari kita suarakan bahwa nama RS Al-Ihsan bukan untuk dihapus tetapi untuk dirawat dan dihormati.

(WH/GN)

Add Comment