Diskusi Film Mama Jo: Dari Refleksi Emosional ke Tuntutan Regulasi Pendidikan

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (18 Juli): Sebuah film pendek tentang cinta, perjuangan, dan penerimaan membuka ruang refleksi mendalam bagi para peserta diskusi di NasDem Tower.

Mama Jo, film dokumenter yang mengangkat kehidupan seorang ibu dan anak dengan cerebral palsy, menjadi pengantar dalam dialog penting mengenai pendidikan inklusif dan peran negara dalam menjamin hak belajar semua anak.

Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai NasDem, Siti Nurbaya, hadir sebagai pembicara kunci dalam diskusi ini. Sementara itu, hadir pula sebagai pembicara sutradara Mama Jo, Ineu Rahmawati, anggota Komisi X DPR RI,  Furtasan Ali Yusuf, serta Ketua Dewan Pertimbangan PPDI, Gufroni Sakaril.

“Setelah saya melihat durasi dari awal sampai akhir, film ini luar biasa, sangat bagus, inspiratif, dan ini edukatif sekali. Terutama untuk pembelajaran semua pihak, pemerintah, masyarakat, orang tua, sekolah, dan lingkungan. Film ini wajib ditonton karena ini spesial,” ujar Furtasan, Jumat (18/7/2025).

Ia menekankan bahwa persoalan penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus di masyarakat masih menjadi tantangan besar.  Dalam konteks ini, pemerintah perlu lebih hadir dalam membenahi ekosistem pendidikan inklusif.

“Infrastruktur sekolah sekarang harus ramah lingkungan, bagaimana caranya itu. Terus guru, saya kira guru khusus pendamping masih sangat kurang. Oleh karena itu, perguruan tinggi itu wajib membuka ruang, membuat kuota lebih banyak lagi untuk jurusan program studi yang pendidikan khusus, karena datanya belum sebanding,” jelasnya.

Furtasan menyatakan komitmennya untuk terus mengampanyekan isu ini, termasuk membawa aspirasi ini kepada pembuat regulasi untuk melindungi dan memastikan hak-hak pendidikan bisa diakses siapa saja termasuk sahabat disabilitas.

Sutradara Mama Jo, Ineu Rahmawati, mengapresiasi forum yang disebutnya sangat luar biasa. Selain membedah film juga berdiskusi langsung tentang pendidikan untuk sahabat disabilitas.

Dia juga menyoroti minimnya jumlah guru pendamping di sekolah, termasuk di Sekolah Dasar sampai sekolah SMA baik sekolah-sekolah inklusif, maupun sekolah-sekolah biasa.

“Jadi ke depannya saya berharap untuk guru-guru di sekolah inklusif ataupun tidak inklusif, guru-guru pendamping bisa ditambah, ada training untuk guru-guru biasa tentang pendidikan inklusif, sehingga anak-anak difabel ini bisa diterima di semua sekolah,” tambah Ineu.

Diskusi yang dimoderatori oleh Kepala Perpustakaan Panglima Itam, Shanti Ruwaystuti, ini juga membedah film Mama Jo yang sebelumnya meraih penghargaan “Best Short Documentary” pada ajang Golden FEMI Film Festival di Hotel Balkan Palace, Sofia, Bulgaria, pada 7 Juni 2025.

Film karya Ineu Rahmawati tersebut menyoroti perjuangan Santi, seorang ibu tangguh asal Indonesia, dan putranya Johan yang berusia 9 tahun dan hidup dengan kondisi cerebral palsy. Melalui dokumenter ini, Ineu menyuarakan realitas yang kerap luput dari perhatian: keteguhan keluarga penyandang disabilitas, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia.

(WH/GN)

Add Comment