Kementerian Haji Harus Terlibat dalam Evaluasi Kelemahan Pelaksanaan Haji 2025
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (28 Agustus): Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Dini Rahmania, menilai penyelenggaraan ibadah haji 2025 lebih buruk daripada tahun-tahun sebelumnya. Ia pun mendesak evaluasi menyeluruh.
“Pelaksanaan haji tahun ini dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan antara Kemenag dan Komisi VIII DPR, bahkan lebih buruk dibanding tahun sebelumnya,” kata Dini dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) Mochamad Irfan Yusuf, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Dini menekankan evaluasi pada layanan transportasi, akomodasi, konsumsi, bimbingan ibadah, perlindungan jamaah, manifes, istitha’ah, syarikah, hingga anggaran. Hal itu penting agar informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan bisa menjadi dasar kebijakan perbaikan.
“Kami mengusulkan rapat evaluasi menyeluruh dilakukan sebelum keberangkatan, saat keberangkatan, saat pelaksanaan, hingga setelah pelaksanaan,” tandasnya.
Kementerian Haji dan Umrah yang akan mulai beroperasi penuh tahun 2026 harus ikut terlibat dalam evaluasi agar kelemahan pelaksanaan haji 2025 dapat segera ditangani dengan langkah konkret dan solusi tepat.
Selain itu, Dini juga menyoroti transparansi pengelolaan keuangan oleh BPKH Limited. Salah satunya terkait kompensasi konsumsi sebesar Rp3,7 miliar yang diberikan BPKH Limited dinilai belum memilik keterbukaan penuh mengenai alur keuangannya.
“Kami tidak menemukan data jelas apakah kompensasi itu berasal dari dana jamaah, operasional BPKH, atau hasil usaha BPKH Limited. Mekanisme audit dan pelaporan juga belum setransparan BPKH pusat. Bahkan website BPKH Limited masih memuat placeholder ‘Lorem Ipsum’ yang sangat tidak profesional,” ujar Dini.
Mengingat berbadan hukum di luar negeri, kata Dini, BPKH Limited berpotensi menjadi regulatory blind spot sehingga menyulitkan pengawasan DPR, BPK, maupun KPK.
“Kami merekomendasikan, kejelasan pos dana kompensasi Rp3,7 miliar yang digunakan, mekanisme pengawasan lintas yurisdiksi agar tidak mengurangi akuntabilitas, dan penyusunan laporan terpisah khusus BPKH Limited yang diaudit independen,” tegasnya.
“Ke depan, fokus utama kita adalah memastikan pelayanan dan pelaksanaan ibadah haji semakin nyaman, tertib, dan berkualitas. Segala perbaikan yang dilakukan harus berorientasi pada kepentingan dan kenyamanan para jemaah, agar mereka dapat beribadah dengan khusyuk serta mendapatkan pengalaman haji yang lebih baik dari tahun ke tahun,” tutup Dini. (Yudis/*)