Perlu Pendekatan Spesifik dalam Menyikapi Keberadaan PTKL
Getting your Trinity Audio player ready...
|
SURABAYA (1 September): Anggota Komisi X DPR RI, Furtasan Ali Yusuf, menegaskan pentingnya pendekatan yang hati-hati dan spesifik dalam menyikapi keberadaan Perguruan Tinggi Kementerian dan Lembaga (PTKL).
“Kunjungan kerja hari ini tujuannya adalah ingin terus menggali informasi dan masukan terkait keberadaan perguruan tinggi kelembagaan dan kementerian ini,” kata Furtasan dalam kunjungan kerja Komisi X DPR ke LLDIKTI Wilayah VII Jawa Timur, dalam rangka pendalaman Panitia Kerja (Panja) PTKL, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/8/2025).
Ia menyoroti pentingnya mempertimbangkan latar belakang historis dari beberapa PTKL, terutama yang berasal dari institusi pendidikan lama seperti SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) di bidang kesehatan.
Menurut Furtasan, banyak dari PTKL berdiri dari kebutuhan spesifik kementerian, yang dalam perkembangannya kini memiliki bentuk dan sistem seperti pendidikan tinggi formal.
“Memang ini tidak bisa dilepaskan bahwa keberadaan PTKL yang sudah ada, itu terutama yang di kesehatan, itu memang berangkat awalnya mulai dari SPK. Kemudian tetap mereka juga ingin mempertahankan eksistensinya ke depan. Jadi jangan sampai istilahnya itu diberhentikan,” ungkapnya.
Furtasan juga menyoroti keberadaan prodi-prodi khusus, seperti pelayaran, yang jarang diselenggarakan oleh PTN maupun PTS.
Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa keberadaan PTKL harus tetap dijaga, asalkan sesuai dengan kebutuhan internal kementerian dan tidak tumpang tindih dengan perguruan tinggi umum.
“Kita juga tidak menggebah-gebiah semuanya, kita lihat spesifikasinya. Kalau memang itu dibutuhkan untuk kepentingan sendiri dan spesifik dan tidak bisa diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta yang lain, menurut saya itu tetap harus dipertahankan,” tegasnya.
Lebih jauh, Furtasan menyoroti soal anggaran PTKL, yang awalnya bersumber dari mandatory spending 20 % anggaran pendidikan, namun pada postur anggaran tahun 2026, pos ini disebut telah dikeluarkan.
“Yang harus saya garis bawahi adalah soal anggaran. Awalnya anggaran PTKL itu kan diambil dari pending mandatoris yang 20 persen itu. Tapi di postur anggaran yang 2026 kelihatannya sudah dikeluarkan,” ujarnya.
Legislator Partai NasDem itu mengingatkan bahwa kesalahan justru terjadi saat PTKL menyelenggarakan program studi umum yang tidak lagi spesifik untuk kebutuhan internal kementerian atau lembaga.
“Yang salah itu menurut saya adalah sudah namanya PTKL tapi membuka prodi-prodi umum dan dipergunakan untuk kepentingan umum juga,” tambahnya.
Terkait langkah selanjutnya, Furtasan menyatakan bahwa proses kerja Panja masih panjang dan membutuhkan pendalaman serta masukan dari berbagai pihak.
“Kami kan ingin mendapatkan masukan yang sangat berharga, menggali lebih dalam. Masih panjang sih sebetulnya langkah kita ini untuk sampai membuat suatu keputusan final,” jelasnya.
Ia menilai pertemuan dengan para pemangku kepentingan di Jawa Timur ini sebagai ruang diskusi yang strategis dalam menyusun arah keberlanjutan PTKL ke depan.
“Menurut saya ini ruang atau momentum yang sangat baik sehingga kita bisa mendiskusikan secara utuh bagaimana sih sesungguhnya keinginan, keberadaan, dan keberlanjutan ke depan untuk PTKL ini. Karena ini juga bagian daripada untuk Indonesia Emas 2045,” tutupnya. (dpr.go.id/*)